Biodiversity Country” yang menempati posisi kedua dengan skor indeks sebesar 0,614 setelah Brazil (National Geographic Indonesia, 2019). Akan tetapi, jika keanekaragaman hayati daratan tersebut ditambahkan dengan keanekaragaman hayati lautan, maka Indonesia menjadi negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang luar biasa dikenal sebagai “MegaWulansih Dwi Astuti Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa Indonesia disebut Mega Biodiversity Country karena tingginya tingkat keanekaragaman hayati yang dimiliki. Hal ini disebabkan karena Indonesia terletak di daerah tropis dengan posisi geografis tepat di garis khatulistiwa dan posisi geologisnya yang merupakan pertemuan lempeng tektonik sehingga menghasilkan banyak mineral (https://rri.co.id/).
Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Satyawan Pudyatmoko menyampaikan, jenis keanekaragaman hayati Indonesia akan terus bertambah. Sebab, masih ada sejumlah lokasi yang belum dieksplorasi. Hal ini disampaikan saat seminar “Keberhasilan Upaya Konservasi Hidupan Liar di Indonesia” dalam rangka Pekan Keanekaragaman Hayati 2024 di Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Saat ini, berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) per 2023, terdapat 22 tipe ekosistem dan 75 vegetasi di Indonesia. Di dalamnya ada beragam flora dan fauna, termasuk 1.821 spesies burung, 786 spesies mamalia, 66.361 spesies serangga, 3.478 spesies ikan, 1.639 spesies pakis, 24.995 spesies angiospermae atau tumbuhan berbunga, 871 spesies fungi, dan 75 spesies mangrove. Jumlah kupu-kupu di Indonesia mencakup 10% dari total jenis fauna dunia. Sementara itu, spesies burung, mamalia, serta reptile memiliki endemisitas tertinggal di dunia (https://lestari.kompas.com/).
Meskipun demikian, dibalik keindahan dan kekayaannya, Indonesia saat ini tengah menghadapi ancaman serius yaitu krisis punahnya biodiversitas. Krisis punahnya biodiversitas merupakan peristiwa penurunan keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang disebabkan oleh punahnya spesies (flora dan fauna) di seluruh dunia, serta pengurangan atau hilangnya spesies lokal di habitat tertentu (https://id.m.wikipedia.org/).
Indonesia juga dikenal sebagai Negara dengan penurunan keanekaragaman hayati (flora dan fauna) yang tinggi. Menurut Sutarno dan Setyawan (2015) dari 20 negara yang jenis-jenis alamiahnya terancam, maka Indonesia menduduki posisi ke-5 dan menurut Nasional Geografi Indonesia (2019), Indonesia menduduki urutan keenam sebagai Negara dengan kepunahan biodiversitas terbanyak.
Krisis punahnya biodiversitas saat ini ditandai dengan banyaknya peristiwa kehilangan hutan primer tropis dan punahnya beberapa spesies flora maupun fauna di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia yang diperbarui pada Januari 2024, jumlah luas daratan kawasan hutan di Indonesia mencapai lebih dari 120 juta hektare sampai pada 2022.
Meski memiliki hutan yang cukup luas, luasan hutan yang hilang di Indonesia juga cukup tinggi. Berdasarkan data World Resources Institute, Indonesia menduduki peringkat kedua yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis sebesar 10,5 juta hektare dan menduduki peringkat kelima sebagai Negara dengan kehilangan tutupan pohon 30,8 juta hektar terbanyak di dunia tahun 2023.
Penyebab dari kehilangan hutan ini pada dasarnya karena ulah tangan manusia itu sendiri dan berbagai tindakan yang merugikan dilakukan seperti penebangan hutan liar (deforestrasi yang didorong oleh komoditas saat ini sebesar 84,7%), alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian sebesar 3,7%, urbanisasi 0,25, dan kehutanan 11,5% (CNBC Indonesia).
Penyebaran kehilangan hutan tropis ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia yang meliputi : deforestrasi di tanah papua dalam periode 2023 seluas 55.981 hektare dan Januari-Februari 2024, tercatat sebesar 761,71 hektare (Yayasan Pusaka Bentala Rakyat), deforestrasi dimaluku utara pada tahun 2023, kehilangan sebesar 6.09 kha hutan primer, atau setara dengan emisi sebesar 5.08 Mt CO2, di kalimanatan timur kehilangan sebesar 49.0 kha hutan primer, atau setara dengan emisi sebesar 39.0 Mt CO2 Tahun 2023 (Global Forest Watch).
Selain kehilangan hutan di beberapa wilayah Indonesia, masalah serius lainnya yang juga berdampak terhadap punahnya beberapa spesies fauna di Indonesia. Data terbaru dari IUCN Tahun 2024 melaporkan bahwa saat ini lebih dari 45.300 spesies terancam punah. Jumlah tersebut masih merupakan 28% dari seluruh spesies yang dinilai. Hal ini mencakup amfibi 41%, mamalia 26%, tumbuhan runjung 34%, burung-burung 12%, hiu dan pari 37%, terumbu karang 36%, crustacea terpilih 28%, reptile 21%, dan sikas 71% (https://m.kumparan.com).