Mohon tunggu...
Wawan Haryanto
Wawan Haryanto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Panwaslucam Banyumanik

pengawas pemilu di kecamatan banyumanik semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menuju Pemilu 2024 dengan Media Sosial

23 Mei 2023   12:30 Diperbarui: 23 Mei 2023   12:40 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

4. Penanganan dan Pemantauan: Penting untuk melakukan penanganan yang efektif terhadap berita palsu dan disinformasi. Upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi, mengungkapkan, dan mengekspos konten yang salah atau menyesatkan. Ini melibatkan peran aktif dari platform media sosial, pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil dalam memantau dan melaporkan konten yang meragukan. Edukasi publik tentang cara mengenali berita palsu dan disinformasi juga sangat penting agar pemilih dapat lebih kritis dan cerdas dalam mengonsumsi informasi politik.

5. Peningkatan Literasi Digital: Peningkatan literasi digital merupakan langkah penting untuk mengatasi penyebaran berita palsu dan disinformasi. Pendidikan yang melibatkan pengajaran tentang sumber daya informasi yang dapat dipercaya, keterampilan verifikasi fakta, dan pemahaman tentang bias media dapat membantu individu menjadi lebih kritis dalam mengonsumsi dan membagikan informasi politik. Dengan literasi digital yang lebih baik, pemilih dapat lebih waspada dan mampu membedakan antara informasi yang sahih dan yang tidak.

Penyebaran berita palsu dan disinformasi adalah tantangan serius yang perlu ditangani secara holistik oleh masyarakat, pemerintah, dan platform media sosial. Dengan upaya bersama, melalui regulasi yang tepat, pendidikan literasi digital, dan penegakan hukum, kita dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyebaran berita palsu dan disinformasi dalam politik.

B. Filter bubble dan polarisasi politik 

          Filter bubble (gelembung filter) adalah fenomena di mana individu cenderung terpapar informasi dan pandangan yang sejalan dengan kepercayaan, nilai, dan preferensi mereka sendiri. Dalam konteks politik, filter bubble dapat menghasilkan polarisasi politik yang lebih besar. Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang kedua konsep tersebut:

     1. Filter Bubble:

  • Algoritma Personalisasi: Filter bubble terkait erat dengan algoritma personalisasi yang digunakan oleh platform media sosial dan mesin pencari. Algoritma ini merangkai konten berdasarkan riwayat penelusuran, interaksi, dan preferensi pengguna. Akibatnya, individu cenderung melihat konten yang sesuai dengan sudut pandang dan preferensi mereka, sementara konten yang bertentangan atau berbeda sering kali tidak muncul dalam umpan berita mereka.
  • Pembatasan Paparan Diversitas: Filter bubble dapat menyebabkan pembatasan paparan terhadap informasi yang beragam. Individu mungkin hanya melihat konten yang mengonfirmasi keyakinan mereka sendiri, menghindari pandangan yang berbeda atau kontroversial. Hal ini dapat menyebabkan individu terjebak dalam lingkaran informasi yang terbatas, dengan sedikit akses ke sudut pandang alternatif atau fakta yang kontra-produktif.
  • Konfirmasi Bias: Filter bubble memperkuat konfirmasi bias, yaitu kecenderungan individu untuk mencari dan mengakui informasi yang mendukung keyakinan yang sudah ada, sambil mengabaikan atau menolak informasi yang bertentangan. Dalam filter bubble, individu cenderung menerima informasi yang mengonfirmasi keyakinan mereka, memperkuat pandangan mereka sendiri, dan membuat pemikiran mereka semakin sulit untuk diubah.

2. Polarisasi Politik:

  • Perpecahan Opini: Polarisisasi politik terjadi ketika pendapat dan sikap politik terbagi secara tajam antara kelompok-kelompok yang saling bertentangan. Filter bubble dapat memperdalam polarisasi politik dengan menciptakan pemisahan yang lebih besar antara kelompok-kelompok dengan pandangan politik yang berbeda. Individu yang terjebak dalam filter bubble mungkin tidak terpapar kepada sudut pandang atau informasi yang berasal dari kelompok-kelompok lain, sehingga memperkuat pandangan dan identitas kelompok mereka sendiri.
  • Penurunan Dialog dan Toleransi: Polarisisasi politik dapat menghambat dialog, pemahaman, dan toleransi antara kelompok-kelompok yang berbeda. Dalam filter bubble, individu mungkin kurang terpapar pada sudut pandang yang berbeda dan kurang terlatih dalam berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki pandangan politik yang berbeda. Ini dapat menghasilkan kebuntuan dan ketegangan dalam diskusi politik, menghambat kemampuan untuk mencapai kesepakatan dan solusi yang lebih inklusif.
  • Dampak filter bubble dan polarisasi politik adalah terbatasnya akses terhadap informasi yang beragam, terhambatnya dialog politik yang sehat, dan meningkatnya konflik antara kelompok-kelompok yang berbeda pandangan. Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk mempromosikan literasi media, beragam sumber informasi, dialog antara kelompok yang berbeda, dan peningkatan kesadaran akan efek filter bubble dan polarisasi politik dalam masyarakat.

C. Kekerasan politik dan pelecehan online

Kekerasan politik dan pelecehan online adalah dua fenomena yang merugikan dalam konteks politik. Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang keduanya:

1. Kekerasan Politik:

  • Definisi: Kekerasan politik merujuk pada tindakan fisik atau ancaman kekerasan yang dilakukan dalam konteks politik. Ini mencakup serangan fisik terhadap individu atau kelompok yang terkait dengan politik, perusakan properti politik, intimidasi, atau tindakan lain yang bertujuan untuk merugikan, membungkam, atau mengintimidasi lawan politik.
  • Bentuk Kekerasan Politik: Kekerasan politik dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk serangan fisik, pembunuhan politik, pemerasan, pembakaran, kerusuhan, atau ancaman kekerasan yang ditujukan kepada individu atau kelompok politik.
  • Dampak: Kekerasan politik memiliki dampak yang serius terhadap stabilitas politik dan kehidupan sosial. Ini dapat menciptakan ketakutan dan ketidakstabilan dalam masyarakat, membatasi kebebasan berpendapat dan berpartisipasi politik, serta menghambat proses demokrasi yang sehat.

2. Pelecehan Online:

  • Definisi: Pelecehan online mengacu pada perilaku yang tidak pantas, agresif, atau merendahkan yang dilakukan melalui platform media sosial dan komunikasi online. Ini melibatkan ancaman, penghinaan, penyebaran konten berbahaya atau mencemarkan nama baik, serangan karakter, atau tindakan lain yang bertujuan untuk merugikan atau merendahkan individu atau kelompok secara online.
  • Bentuk Pelecehan Online: Pelecehan online dapat mencakup trolling, cyberbullying, doxing (mengungkapkan informasi pribadi secara tidak sah), penyebaran ujaran kebencian, atau serangan dan ancaman yang ditujukan kepada individu atau kelompok tertentu.
  • Dampak: Pelecehan online memiliki dampak yang merugikan pada kesejahteraan psikologis dan emosional individu yang menjadi sasaran. Hal ini dapat menyebabkan stres, kecemasan, depresi, dan bahkan dapat memicu tindakan bunuh diri. Selain itu, pelecehan online juga dapat membatasi kebebasan berbicara dan berpartisipasi dalam diskusi politik yang sehat di ruang online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun