Dahulu di hampir seluruh wilayah daerah Banjarnegara termasuk di sebagian Bukateja diketahui suatu kebiasaan atau adat yang aneh, yang di kenal sebagai Gowokan. Sedangkan di daerah desa-desa pegunungan perbatasan antara Banjarnegara dengan Wonosobo di kenal dengan istilah Sentongan.Â
Kebiasaan atau "adat" ini di lakukan sebagai bentuk "ujian" seorang  Pemuda, anak lelaki yang sudah cukup usia untuk berumah tangga. yang di lakukan oleh Orang tua Pemuda atau Anak lelakinya.Â
Ujian itu yaitu dengan cara mempertemukan anak lelakinya dengan seorang perempuan yang bersedia menjadi "seorang Penguji" dan perempuan penguji ini di sebut sebagai Gowok.
Perempuan sebagai gowok tersebut harus  muda dan menarik, mereka suci, yaitu mereka tidak bergaul dengan semua orang. Biasanya penguji (gowok) memiliki tarif tertentu, yang bervariasi antara f 0,25 dan f 0,30 per hari, ditambah manfaat lain yang terkait dengannya, yang akan dibahas lebih rinci.Â
Jika seorang wanita muda sebagai penguji sangat populer di kalangan penduduk desa, dia mengenakan tarif yang sangat tinggi, misal f 1--- per 24 jam, ditambah tentu saja gaji biasa.Â
Jika Orang tua dan penguji mencapai kesepakatan, kemudian wanita tersebut dibawa pergi oleh pemuda tersebut untuk diuji dengan satu set baju baru untuk menutup perjanjian (peningset / set pening).Â
Selain gaji yang telah disepakati, setelah pemutusan kontrak penguji masih berhak atas sejumlah beras, biasanya 1 kati per hari, kelapa, dll sebagai; Ulih-Ulih. Â
Prosesi gowokan itu sendiri berlangsung hanya 10 hari, bila ada kecocokan antara Perempuan Penguji dengan anak lelaki, mereka dapat meneruskan hubungan ke jenjang yang lebih resmi yaitu menikah, atau bila tidak maka sesudah 10 hari perjanjian atau kontrak tersebut selesai atau putus.Â
Dari terminologi gowok itu menjadi Gowokan, Selain bermakna sejenis buah, gowok adalah lubang di pohon yang dibuat oleh burung (pelatuk atau gelatik) untuk bersarang dan bertelur. lobang itu biasanya hanya berisi satu burung atau induk yang di dalamnya hampir tidak ada ruang untuk 2 ekor burung.Â
Dalam pelaksanaannya Gowokan, perempuan penguji itu datang dan menginap di rumah anak lelaki, dan orang tuannya terlebih dahulu sudah mempersiapkan kamar serta mendekornya dengan rapi.Â
Kamar tersebut hanya berukuran 1 x 2 meter, ruangan kamar hanya berisikan bale-bale yang tinggi, hingga hanya cukup untuk duduk penguji, bila penguji mempunyai tubuh yang cukup tinggi bisa dikatakan kepalanya akan membentur atap.Â
Konsep bentuk Kamar Gowokan memang sengaja di buat sempit agar dalam waktu prosesi 10 hari itu akan lebih mendekatkan dan terjadi kontak intim antar Penguji dengan Teruji, bahkan pintu kamar di buat sempit.Â
Penguji atau gowok itu menyandang status sebagai menantu perempuan dari keluarga lelaki ini, bila siang hari melakuakan kewajiban rumah tangga antara lain, memasak, mencari kayu bakar, mengirim makanan ke lelaki yang berprofesi sebagai petani, sampai menerima tamu di rumah.Â
Biasanya setelah melewati Malam pertama, esok harinya Sang Penguji melapor kepada orang tua lelaki, Misalnya, jika anak memenuhi semua persyaratan, dia mengatakan: "Bapak, kang putra sampun boten ngunciwani" (Ayah, Putramu adalah pria yang sempurna), atau: "Bapak, drng saged matur katah" (Ayah, saya belum bisa memberi tahu Anda banyak tentang hal itu), yang berarti teruji harus menjalani operasi lagi, karena belum memenuhi persyaratan.Â
Seperti yang telah disebutkan, selama kontrak tersebut wanita tersebut dianggap sebagai istri resmi dari lelaki muda tersebut. Selama periode ini keluarga menerima banyak pengunjung, dari yang penasaran dan tertarik serta dari kerabat; dia kemudian menerima madu. Juga para pemuda mereka yang belum lulus datang dengan rasa ingin tahu dari pemuda itu untuk menanyakan tentang persyaratan atau proses ujian.Â
Jika wanita yang bersangkutan menyukai laki-laki muda dan orang tuanya, maka tidak jarang pada saat kunjungan oleh ayah dari salah satu anak yang berkunjung tersebut, untuk mengadakan suatu transaksi baru dengan penguji, di mana orang-orang yang hadir dan juga mereka yang masih berada di rumah, mengadakan suatu transaksi baru dengan si penguji. gowokan pemuda yang peduli---yang satu ini penuh pujian atas "gowok"-nya---berperan sebagai saksi.Â
Setelah berakhirnya masa percobaan, jika dalam jangka waktu sepuluh hari telah diminta lagi oleh orang lain, perempuan itu diambil di sana oleh suami kontrak berikutnya, bersama dengan satu set pakaian baru, yang dalam hal ini disebut "penjongkt" (penjaga).
Dari mantan mertuanya dia kemudian menerima  seperti yang telah disebutkan, sejumlah beras, biasanya 1 kati sehari; jadi, jika masa percobaan telah berlangsung 10 hari, dia menerima 10 kati beras, 10 kelapa, beberapa ayam (jago dan babon), sayuran dll.Â
Hal yang tidak dapat dipahami dari semuanya adalah bahwa tidak ada kecemburuan atau pertengkaran yang pernah muncul dari hubungan ini; semuanya ramah.Â
Di sarikan dari :
Adat Perkawinan dan Hubungan Terkait Perkawinan di Banjoemas Timur Kuno. oleh Raden Prawoto.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI