Mohon tunggu...
Hanantyo Wahyu Saputro
Hanantyo Wahyu Saputro Mohon Tunggu... Guru - Rakyat Biasa

Guru di SMK Bina Taruna Masaran Sragen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena "Politik Dinasti" di Partai Politik

16 Juni 2020   23:57 Diperbarui: 16 Juni 2020   23:56 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena adanya politik dinasti dianggap oleh sebagian orang sebagai sebuah bentuk stagnansi, dimana suatu dinasti menguasai sebuah partai politik, dimana yang maju dalam pencalonan ketua umum partai politik masih memiliki hubungan darah. Namun saya kira kurang fair apabila menilai sebelum melihat kinerja, toh saya yakin niat hakiki dari para politisi ini adalah untuk membangun bangsa, meskipun sering kali karena keadaan yang serba mendukung, lalu di tengah jalan "berbelok" niat.

Bagaimanapun apa yang sering disebut politik dinasti tersebut telah terjadi, dan menurut pengamatan saya juga telah melewati proses yang sah, karena juga melalui proses demokrasi, misalkan ada beberapa anggota partai politik yang kurang setuju, hal tersebut adalah bukti bahwa demokrasi itu indah, tetap ada perbedaan dan kritik, dimana perbedaan dan kritik tersebut adalah bentuk cinta seorang warga negara terhadap bangsa dan negaranya, bentuk bahwa mereka peduli terhadap bangsa dan negara ini.

Yang berbahaya bagi negara kita, Indonesia saat ini adalah mulai munculnya "Golput", yang bukan lagi akronim dari Golongan Putih, atau orang yang tidak memilih pada saat Pemilu, namun akronim dari Golongan Pencari Uang Tunai, yang menurut pengamatan saya "populasi"-nya menanjak tajam, dan menjadikan pesta demokrasi menjadi ajang pesta "Doku Crazy" atau gila uang, dan ini adalah istilah yang saya ciptakan sendiri, hehehehe.

Demikian atikel saya tentang (yang katanya) politik dinasti, yang mau dibilang bagaimanapun adalah hal yang wajar, apalagi apabila sang orangtua memiliki pengaruh yang besar di masyarakat. Namun setiap orang boleh berpandangan lain, seperti saya misalkan, apabila orangtua saya seorang politisi, saya memilih untuk berprofesi di bidang yang lain, sehingga apabila saya mendapatkan kesuksesan maka karena hasil kerja saya sendiri, meskipun disadari atau tidak faktor orangtua juga akan mempengaruhi koneksi seorang anak.

Namun bagi beberapa orang, melanjutkan profesi orangtua sebagai politisi juga merupakan salah satu langkah untuk melakukan perfektasi pencapaian orangtuanya, meskipun mungkin ada seorang anak yang melanjutkan profesi orangtua karena memang kurang kompeten di bidang lain, sehingga memilih profesi "turunan" tersebut karena ingin hidup dalam zona nyaman.

Setiap orang bebas berpendapat, setiap orang boleh untuk menyatakan aspirasinya, karena manusia adalah mahluk sosial, membutuhkan orang lain, butuh dikritik, bukan anti kritik.

Demikian artikel dari saya, apabila ada tulisan saya yang menyinggung perasaan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya hanya mencoba untuk menyampaikan pendapat saja, tidak berniat untuk menyakiti perasaan siapapun.

Jangan lupa untuk tetap bahagia, jaga kesehatan, dan ingat untuk ikuti prorokol kesehatan di masa kenormalan baru, dan tetap semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun