Wewaler adalah pesan yang berisi pantangan atau larangan dalam budaya Jawa. Bagi beberapa orang Jawa, wewaler sering dikaitkan dengan hal-hal yag berbau mistis, dimana yang sering dikaitkan dengan mistis itu adalah perjodohan, termasuk hari lahir (wuku dan weton) tertentu tidak cocok dengan hari lahir tertentu.Â
Satu putaran Wuku dan Weton dinamakan 1 lapan, dan terdiri dari 35 hari, dimana harinya adalah wuku yang terdiri dari 7, yaitu Minggu (Radithe), Senin (Soma), Selasa (Anggoro), Rabu (Budha), Kamis (Respati), Jum'at (Sukro), Sabtu (Tumpuk).Â
Kemudian ada pasar yang terdiri dari 5, yaitu Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing (Jenar), Pon (Palguno), Wage (Cemengan). Sehingga apabila hari ini Senin Kliwon (Soma Kasih), maka besok adalah Selasa Legi (Anggoro Manis), dan berlanjut terus, sehingga setelah 1 lapan, akan kembali lagi Senin Kliwon.Â
Dalam budaya Jawa, seseorang yang lahir pada Minggu Legi (Radithe Manis), dianjurkan tidak menikah dengan seseorang yang lahir pada Selasa Wage (Anggoro Cemengan), karena akan bercerai, bisa itu cerai hidup maupun salah satunya akan meninggal dunia.Â
Kemudian ada wewaler yang mengatakan tidak boleh menikah antar anak nomer satu dengan anak nomer tiga, karena bisa menyebabkan salah satu anggota keluarga meninggal dunia. Pernikahan tersebut disebut dengan jilu (siji telu), yang memiliki siji adalah satu, dan telu adalah tiga.Â
Dalam penjelasannya, kedua wewaler tersebut dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis, sehingga bagi sebagian orang hal tersebut dianggap sebagai mitos saja. Meskipun ada yang mengatakan, secara nalar pernikahan tersebut akan mengalami halangan dalam hal kedewasaan, dimana anak pertama dianggap akan selalu mengalah, sehingga konflik akan selalu terjadi.
Bagi beberapa orang pernikahan jilu bisa diatasi dengan "mengganti orang tua", yaitu misalkan apabila salah satu pengantin, misalkan pengantin laki-laki yang merupakan anak pertama, pura-pura diangkat anak oleh orang lain yang mempunyai anak yang usianya lebih tua dari pengantin laki-laki, sehingga dia akan menjadi anak nomor dua dari "orang tua baru"-nya .Â
Karena pengantin laki-laki merupakan anak nomor dua, maka boleh menikah dengan pengantin putri yang nomor tiga. Tidak bisa dijelaskan secara nalar, namun masih dianut, akan tetapi menurut saya jodoh, rejeki, dan ajal hanya Tuhan yang tahu
Ada juga wewaler "Ojo mangan nang tengah lawang, engko bojone angel" yang artinya jangan makan di tengah pintu, nanti jodohnya susah. Kalau dikorelasikan, maka tidak ada hubungan anatara makan di tengah pintu dengan susah dapat jodoh, namun apabila dilihat pesan sosial yang ada adalah bagaimana jangan makan di tengah pintu, karena tidak sopan, dan orang yang mau lewat pun akan terhalangi, bahkan tidak jadi lewat. Kemudian ada juga wewaler yang berbunyi "Ojo seneng lungguh nang bantal, mengko wudunen" yang artinya jangan duduk di bantal nanti bisa bikin bisulan.
Pesan sosial dari wewaler ini adalah bahwa bantal itu tempatnya di kepala, sehingga tidak baik menaruh (maaf) pantat di tempat yang seharusnya di kepala.Â
Kemudian ada juga wewaler yang dapat dijelaskan secara saintifik, yaitu "Ojo mangan karo ngadeg, mengko mundak ususe dadi dowo", yang artinya adalah jangan makan sambil berdiri nanti usunya jadi panjang. Penjelasan saintifiknya adalah bahwa apabila makan sambil berdiri nanti akan menyebabkan tersedak.Â