Sial bagi saya, membaca ini di detik-detik pergantian tahun. Takhayal, membikin saya menyeret segala yang sudah saya lakukan selama satu tahun ini. Sebagai sebuah cermin untuk mengetahui diri sendiri sudah di pagan yang mana, dan akan ke pagan yang mana lagi sebagai capaian di tahun berikutnya. Orang-orang menyebut itu resolusi (mental)—Anda pun tahu, tidak sedikit orang yang akhirnya resolusi itu sebagai tisu cebok di akhir tahun nanti. Dan itu wajar saja, memang. Berapa banyak tenggat yang kita buat untuk akhirnya kita langgar juga? Biasa saja...
Yang tidak biasa buat saya ialah tiba-tiba ada yang menabrak saya. Bukan sesuatu-benda atau seseorang, bukan juga hal-hal gaib dan klenik. Tetapi sesuatu rasa yang memaksa saya untuk menuliskan catatan akhir tahun ini. Rasa yang membuat saya getun dan ingin mencium kaki dan mencuci telapak kaki ibu saya. Di titik ini saya senang dengan larik puisi GM di tahun 1971; “Tuhan, kenapa kita bisa bahagia?”
Selamat tahun baru.. semoga 2017 lekas klir apakah bumi itu datar atau persegi panjang… []
Jatikramat, akhir 2016.
*Tyo Prakoso, pembaca dan perajin tulisan. Berkegiatan di @gerakanaksara. Penjual buku yang ‘asik dan perlu dibaca’ di Kedai Buku Mahatma. Buku pertamanya berjudul Bussum dan Cerita-cerita yang Mencandra (2016).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H