Mohon tunggu...
Tyo Prakoso
Tyo Prakoso Mohon Tunggu... Penulis -

Pembaca dan perajin tulisan. Gemar nyemil upil sendiri dan berkegiatan di kedai literasi @gerakanaksara [http://gerakanaksara.blogspot.co.id/], dan penjual buku di Kedai Buku Mahatma [https://www.facebook.com/kedaibukumahatma/]. Surat-menyurat: tyo.cheprakoso0703@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nyemil Upil Sendiri: (Jalan Menuju) Sebuah Ritual Ibadah

29 Desember 2016   15:06 Diperbarui: 29 Desember 2016   15:20 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ME [nurainidewipratiwi.blogspot.co.id/2013_08_01_archive.html] | 2013

Tanpa sebuah kepalsuan nyemil upil sendiri artinya ibadah

SAYA PERNAH MEMBACA kalimat itu di salah satu kitab yang disusun seorang Auliyah Tanah Jawi yang menyebarkan agama menggunakan sejumlah media kesenian—karena ia percaya rakyat Tanah Jawi berbudi luhur-sasmita dan nrimo berbagai hal baik yang datang dari belahan bumi manapun, seperti kesenian pementasan lakon ondel-ondel pengusir setan di hari-hari raya keagamaan, dan aktraksi tong setan di hari-hari libur cuti bersama pamong praja, hingga aktraksi topeng monyet di hari biasa—bahwa gila hanyalah ungkapan orang-orang yang tidak mengerti kelakuan dan pikiran seseorang. Oleh sebab itu seseorang disebut gila, dan karenanya menjadi manusia paria, lantas menjadi sebuah amalan baik bila kepalanya kita benamkan ke lubang sarang belut di comberan—tidak peduli ia seorang pembawa perintah Tuhan atau malaikat yang lupa jalan pulang menuju langit.

Di titik ini, kita perlu memahami bahwa penyebutan gila atau tidak, merupakan konstelasi politik-ekonomi 38 naga di sejumlah zaman yang berujung pada pengendali satu pihak terhadap pihak yang lainnya. Sampai di sini, kiranya, Anda perlu mengingat cerita-cerita tentang Abu Jenar—sosok yang akan membuatmu menjadi manusia berbudi luhur-sasmita dan kepadanya cerita ini dihaturkan—yang mampu, dengan izin Tuhan Yang Maha Asik, membuat burung tanah liat hidup dan terbang di ranting-ranting pohon, atau tongkat berubah menjadi ular ketika berhadapan dengan penyihir-penyihir penyembah patung selamat datang, atau membelah sungai yang di tengah terdapat buaya-buaya kelaparan, dan berbagai kemampuan yang diperolehnya karena ia manusia pilihan Tuhan dan ketaqwaanya yang seimbang dengan kesablengannya.

Abu Jenar mati karena terpleset pada sebuah kubangan kencing dan tai sapi di sebuah tanah lapang saat sepulang mengajar bocah-bocah membaca kitab-kitab sakti. Dan mayat Abu Jenar tidak pernah ditemui oleh warga kampung, dan mereka percaya Abu Jenar moksa ke langit dan akan turun ke bumi ketika hari akhir tiba bersama Nabi Isa. Anda tahu, Abu Jenar bukanlah nabi.

Akhirnya, sampai di sini saya akan mengerti, memiliki hobi nyemil upil sendiri yang sudah dioles mentega cair dan ditabur chocochip dan bubuk-gula halus, bukanlah sebuah tindakan gila—melainkan sebuah perlawanan revolusioner-nir-kekerasan laiknya para auliyah, dalam derajat tertentu sosok Abu Jenar, yang menebar benih kedamaian di tanah-tanah kebodohan—terlebih saat Anda lapar berat pada dini hari dan di meja makan hanya ada remah-remah makanan sisa dan pinggiran gorengan, di saat yang bersamaa Anda merasa seolah umat jahiliyah yang malas mengakui bahwa Muhammad adalah utusanNya, karenanya tai adalah sebaik-baik benda untuk dilemparkan ke muka Muhamad.

Bila Anda bisa meyakinkan sebanyak mungkin manusia bahwa hal tersebut adalah perintah agama, maka jalan tersebut tidak lekas menjadi mair—nyemil upil sendiri akan menjadi sebuah ritual ibadah yang elok serupa tapabrata di sebuah gua, atau menari berputar-putar laiknya jarum jam menggunakan jubah sambil merapal asmaul husna, begitulah. Karena hari esok adalah milik kita… Catatlah, tanpa sebuah kepalsuan nyemil upil sendiri artinya ibadah…

Anda harus ingat ujaran bahwa ‘kegilaan yang dilakukan sendiri itu sableng, sedangkan kegilaan yang dilakukan berjamaah itu agama.’ Demikianlah, jalan lapang menuju reformasi ibadah dalam agama menjadi bukan sebuah mara.

Lantas, Anda masih belum bisa membayangkan kalau nyemil upil sendiri itu (bisa menjadi) ritual ibadah? Atau masih ragu bahwa nyemilupil sendiri benar-benar sebuah ibadah yang dapat mengantarkanmu bersua dan mengetuk pintuNya? Atau Anda kurang yakin dengan apa yang sudah dituliskan di atas perihal kegilaan dan nyemilupil sendiri yang dapat dan bisa disebut ibadah?

Sungguh Anda manusia yang merugi, karena tidak pernah mensyukuri nikmatNya.

Nikmat mana lagi yang kau dustakan, Kisanak?

*

POSTSCRIP YANG DITEMUKAN KEMUDIAN:

Naskah yang disebutkan di awal tulisan merupakan buah ketekunan dan kesalehan salah satu murid Auliah tersebut, mungkin laiknya Matius yang mencatat ujaran dan ajaran Isa Almasih dari awal bertemu hingga akhir Ia disalib. Berbeda dengan naskah Injil yan ditulis oleh sejumlah murid Isa, naskah-yang-disebutkan-di-awal adalah naskah yang nelangsa. Sebab dari sekian banyak murid Sang Auliyah, hanya ada satu murid yang mau dan bersedia menuliskan setiap ujaran dan ajaran Sang Gurunya. 

Sialnya, naskah yang ditulis itu belum rampung, namun tetap dipaksa-terbitkan hanya karena murid tersebut tahu bahwa umurnya tidak panjang panjang, dan ia terlampau takut namanya tidak tercatat oleh sejarah. Ia menuliskan naskah itu beberapa hari setelah San Auliyah mati konyol di sebuah tanah lapang itu.

Hematnya, ini fatal bagi kita yang membacanya terbentang jarak zaman dan waktu yang lebar, sehingga kita tidak tahu secara detail apa dan bagaiaman ujaran dan ajaran Sang Auliyah. Misalnya tentang teknik ngupil yang seperti apa dan bagaimana yang diajarkan dan diperbolehkan; menggunakan jari kelingking tangan kiri atau jempol kaki kanan. Kita tidak tahu. Karena yang tertulis di naskah hanya “Upilah! Dengan nama Tuhanmu…” sehingga apa yang diujar dan ajarkan Sang Auliyah menjadi banyak penafsiran, hal inilah yang membuat akhirnya banyak sekte kepercayaan dan mendaku-diri paling persis dan suci menjalankan ujaran dan ajaran Sang Auliyah. 

Bahkan semua itu berkembang dari hal-hal yang remeh-temeh, seperti bagaimana cara tat arias pakaian Sang Auliyah, apakah menggunakan jubah berwarna oren atau ungu, atau bagaimana cara Sang Auliyah berjalan, memulai dengan kaki kiri atau kedua kaki secara bersamaan, dan seterusnya dan sebagainya, hingga kerapkali berakhir dengan sebuah peperangan antara satu sekte dengan sekte yang lain, dan biasanya berdamai dengan cara menukar anak perempuan ketua sekte antar sekte yang bertikai dan anak perempuan itu akan dijadikan istri ke-sekian ketua sekte tersebut. Begitulah… karena hari esok adalah milik kita.

Selanjutnya, jika ada alasan mengapa hal ini dituliskan kembali, bukanlah karena fasisme dan situasi keagamaan kita yang tengah mencuat, melainkan karena hal sederhana, yakni membikin nyemil upil sendiri bukan lagi dianggap perbuatan jorok dan menjijikan, tetapi sebuah ritual keagamaan. Karena itu adalah sebuah ajaran leluhur yang kini sudah terpendam di kubangan sapi modernitas.

Kita perlu meyakini dampak yang luar biasa bila kita menciptakan masyarakat yang beribadah dengan nyemilupil sendiri—maka akan terciptakan masyarakat fidelity—harus disebutkan istilah ini berkat usaha seorang ahli pemecah batu-batu kuno bernama Hanan Arasy. Cobalah dibayangken, betapa menakjubkannya bila sebagian besar mahasiswa rantau yang indekos beribadah (baca: nyemil upil sendiri) saban dini hari sambil mengerjakan tugas-tugas sementara perut keroncongan tapi uang di dompet mengenaskan. Begitulah, karena esok adalah milk kita. Kebaikan harus diupayakan dengan berbagai cara. Meski jalan itu jalan yang pejal. []

Jatikramat, Desember 2016

*Tyo Prakoso, pembaca dan perajin tulisan. Berkegiatan di @gerakanaksara. Penjual buku yang ‘asik dan perlu dibaca’ di Kedai Buku Mahatma. Buku pertamanya berjudul Bussum dan Cerita-cerita yang Mencandra (2016). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun