Mohon tunggu...
Tyo Prakoso
Tyo Prakoso Mohon Tunggu... Penulis -

Pembaca dan perajin tulisan. Gemar nyemil upil sendiri dan berkegiatan di kedai literasi @gerakanaksara [http://gerakanaksara.blogspot.co.id/], dan penjual buku di Kedai Buku Mahatma [https://www.facebook.com/kedaibukumahatma/]. Surat-menyurat: tyo.cheprakoso0703@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nyemil Upil Sendiri: (Jalan Menuju) Sebuah Ritual Ibadah

29 Desember 2016   15:06 Diperbarui: 29 Desember 2016   15:20 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ME [nurainidewipratiwi.blogspot.co.id/2013_08_01_archive.html] | 2013

*

POSTSCRIP YANG DITEMUKAN KEMUDIAN:

Naskah yang disebutkan di awal tulisan merupakan buah ketekunan dan kesalehan salah satu murid Auliah tersebut, mungkin laiknya Matius yang mencatat ujaran dan ajaran Isa Almasih dari awal bertemu hingga akhir Ia disalib. Berbeda dengan naskah Injil yan ditulis oleh sejumlah murid Isa, naskah-yang-disebutkan-di-awal adalah naskah yang nelangsa. Sebab dari sekian banyak murid Sang Auliyah, hanya ada satu murid yang mau dan bersedia menuliskan setiap ujaran dan ajaran Sang Gurunya. 

Sialnya, naskah yang ditulis itu belum rampung, namun tetap dipaksa-terbitkan hanya karena murid tersebut tahu bahwa umurnya tidak panjang panjang, dan ia terlampau takut namanya tidak tercatat oleh sejarah. Ia menuliskan naskah itu beberapa hari setelah San Auliyah mati konyol di sebuah tanah lapang itu.

Hematnya, ini fatal bagi kita yang membacanya terbentang jarak zaman dan waktu yang lebar, sehingga kita tidak tahu secara detail apa dan bagaiaman ujaran dan ajaran Sang Auliyah. Misalnya tentang teknik ngupil yang seperti apa dan bagaimana yang diajarkan dan diperbolehkan; menggunakan jari kelingking tangan kiri atau jempol kaki kanan. Kita tidak tahu. Karena yang tertulis di naskah hanya “Upilah! Dengan nama Tuhanmu…” sehingga apa yang diujar dan ajarkan Sang Auliyah menjadi banyak penafsiran, hal inilah yang membuat akhirnya banyak sekte kepercayaan dan mendaku-diri paling persis dan suci menjalankan ujaran dan ajaran Sang Auliyah. 

Bahkan semua itu berkembang dari hal-hal yang remeh-temeh, seperti bagaimana cara tat arias pakaian Sang Auliyah, apakah menggunakan jubah berwarna oren atau ungu, atau bagaimana cara Sang Auliyah berjalan, memulai dengan kaki kiri atau kedua kaki secara bersamaan, dan seterusnya dan sebagainya, hingga kerapkali berakhir dengan sebuah peperangan antara satu sekte dengan sekte yang lain, dan biasanya berdamai dengan cara menukar anak perempuan ketua sekte antar sekte yang bertikai dan anak perempuan itu akan dijadikan istri ke-sekian ketua sekte tersebut. Begitulah… karena hari esok adalah milik kita.

Selanjutnya, jika ada alasan mengapa hal ini dituliskan kembali, bukanlah karena fasisme dan situasi keagamaan kita yang tengah mencuat, melainkan karena hal sederhana, yakni membikin nyemil upil sendiri bukan lagi dianggap perbuatan jorok dan menjijikan, tetapi sebuah ritual keagamaan. Karena itu adalah sebuah ajaran leluhur yang kini sudah terpendam di kubangan sapi modernitas.

Kita perlu meyakini dampak yang luar biasa bila kita menciptakan masyarakat yang beribadah dengan nyemilupil sendiri—maka akan terciptakan masyarakat fidelity—harus disebutkan istilah ini berkat usaha seorang ahli pemecah batu-batu kuno bernama Hanan Arasy. Cobalah dibayangken, betapa menakjubkannya bila sebagian besar mahasiswa rantau yang indekos beribadah (baca: nyemil upil sendiri) saban dini hari sambil mengerjakan tugas-tugas sementara perut keroncongan tapi uang di dompet mengenaskan. Begitulah, karena esok adalah milk kita. Kebaikan harus diupayakan dengan berbagai cara. Meski jalan itu jalan yang pejal. []

Jatikramat, Desember 2016

*Tyo Prakoso, pembaca dan perajin tulisan. Berkegiatan di @gerakanaksara. Penjual buku yang ‘asik dan perlu dibaca’ di Kedai Buku Mahatma. Buku pertamanya berjudul Bussum dan Cerita-cerita yang Mencandra (2016). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun