Mohon tunggu...
Tyo Prakoso
Tyo Prakoso Mohon Tunggu... Penulis -

Pembaca dan perajin tulisan. Gemar nyemil upil sendiri dan berkegiatan di kedai literasi @gerakanaksara [http://gerakanaksara.blogspot.co.id/], dan penjual buku di Kedai Buku Mahatma [https://www.facebook.com/kedaibukumahatma/]. Surat-menyurat: tyo.cheprakoso0703@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Karena Orang Dewasa Selalu Bikin Susah Anak-anak!

28 Desember 2016   15:46 Diperbarui: 28 Desember 2016   16:04 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pavilum itu, Sjahrir serupa guru yang telaten mengajarkan beragam pengetahuan, matematika, sejarah, sastra, ilmu bumi, dan cerita-cerita kocak, tentu saja.

Ia membelikan sebuah mesin jahit untuk membuatkan baju untuk keempat anak Baadila. Ia juga memerlukan untuk berlangganan majalah mode, agar dapat mencontoh pakaian untuk anak-anak itu. Ia seperti bapak. Seperti ibu. Ia memasak dan menjahit. Sjahrir senang berenang di teluk, berlari di gunung, Ia kerap mengajak anak-anak itu untuk berkelana mengunjungi tempat yang ia belum pernah kunjungi.

“Mereka, di sini, adalah teman terbaik yang saya miliki,” tulis Sjahrir Februari 1936.

*

Sumber: Dokumen Pribadi | @cheprakoso | 2016
Sumber: Dokumen Pribadi | @cheprakoso | 2016
“PAMAN, INI KURSI kok asik. Meski busanya sudah jebul,”

“Itu kursi tempatku biasa muksa, Nak. Di kursi itu aku biasa bersua orang-orang jatmika yang masih percaya kalau hidup itu musti dilalui dengan riang dan gembira.”

“Berarti kalau aku duduk di sini, aku juga bisa muksa, riang dan gembira? Ngomong-ngomong, ‘muksa’ itu apa sih, Paman? Aku anak kecil enggakngerti istilah ndakik itu...”

“Muksa itu seperti kamu tidur di ayunan kain batik itu. Dan kamu bisa pergi kemanapun yang kamu mau saat tertidur. Dan bangun dengan tubuh yang lebih segar dan ceria. Paham, Nak?”

Enggak,”

Enggak papa. Kamu akan paham pada waktunya...”

“Paman janji harus jelaskan lagi kalau aku sudah gedeyak...”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun