Si ibu pun ikut juga naik katingting dengan penerangan dari sebuah senter saja. Terbayang bagaimana sulitnya dia dengan infus di tangan dan harus berbaring. Malam itu benar-benar gelap gulita dan dia pun punya anak kecil lainnya beserta barang-barang yang banyak. Kami pun ikutan bahu membahu membantunya berpindah perahu sembari berharap tak ada hal yang buruk lagi terjadi padanya.
Hingga giliran saya dan rekan-rekan untuk berpindah perahu, deg degan plus over thinking langsung menyerbu perasaan dan pikiran saya. Gimana gak, ini perahu cuma bisa diisi 3-4 orang plus barang-barang kita. Jadi harus penuh perhitungan dimana harus duduk supaya ini kapal yang rentan ini gak tenggelam. Sebenernya perjalanan menuju daratan itu cuma 15 menit tapi serasa lama banget. Apalagi saya ga bisa lihat apa-apa cuma ada senter dengan cahaya remang yang jadi penerang kita. Si bapak sih bilang gak apa-apa, tenang aja. Tapi tetep aja pak ini berasa lagi di film harry potter yang bagian scene berperahu malem-malem. Takut-takut ada yang menyergap di kanan kirinya. Yekan.
Hingga sampai lah kita di daratan yang ternyata ada beberapa kios penjual indomie, sungguh jadi penghiburan yang berarti dan membuat kita lebih relaks. Di setiap sendok mie yang asapnya masih mengepul, kami membicarakan pasutri tadi. Ternyata bukan saya saja yang tahu pertengkaran itu, bahkan teman-teman juga ikut nonton dan merasa gelisah. Yah, kita berharap dia lekas pulih begitu juga rumah tangganya.
Untungnya, besok hari terakhir kami bertugas dan bakalan snorkeling di pulau hamil. Loh hamil? penasaran? nantikan terus ceritanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H