Habis dari Gua Hawang yang emang seger nian berenang siang bolong gitu, kita ada rencana untuk syuting dan ambil berita enbal yang disebut-sebut snack dari singkong beracun.Â
Etapi... kan kita udah susun rencana ini sedemikian rupa, pas kita samperin orangnya ternyata gak ada. Bukan cuma gak ada, Â nyatanya dia gak siap karna dianya pergi atau ada urusan gitu, lupa. Bah... berabe deh. Otak yang tadinya seger liat orang berenang-renang di Gua Hawang mendadak panas.
Masalahnya ini bukan satu kali tapi udah dua kali nih orang kesannya mempermainkan, gimana dah. Yaudah deh, karena rencana syuting gagal, kita harus puter otak gimana caranya tetep dapat konten.Â
Dan... perdebatan pun dimulai jeng jeng dan kemampuan problem solving pun diuji. Pihak sini bersikukuh begini, begitu pun pihak sebelah. Akhirnya kita memutuskan untuk ke Pulau Baer yang sebenarnya saya doakan semoga kami tidak terlambat dan dikejar waktu.
Menuju ke sana kita memerlukan waktu sekitar sejam lalu harus naik perahu lagi. Maka semua dipersiapkan secepat kilat. Sampai di pelabuhan sudah ada kapal yang siap mengantar kita ke Pulau Baer dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Beruntung ombak maupun cuaca bersahabat dan sampailah kita ke Pulau Baer.Â
Ombak mendadak semakin tenang dan kars-kars bermunculan. Sungguh benar mirip Raja Ampat yang saya lihat di layar kaca. Kami mengelilingi dan mendekat ke kars-kars itu dengan sangat pelan. Air berwarna tosca pun menambah kecantikan panorama di mata saya ini.
Ada dua karst yang menjulang, seolah menjadi pintu masuk kami menuju pantai nama pintu masuk ini Lorong Cinta namanya. Ah benar-benar bikin jatuh cinta.Â
Setelah perahu menepi, kami langsung meloncat ke dermaga yang memang belum sempurna dan tanpa siapapun di sini, berasa Pulau Baer ini milik kami. Saya berjalan-jalan di sekitar tampak kayu-kayu terpasang, katanya sih mau dibuat bedeng untuk berjualan. Hm... bakal makin cantik atau malah jadi kumuh ya.
Setelah puas memotret, saya mendengar rombongan saya rusuh. Pasalnya mereka mau mencoba cliff jump dengan ketinggian sekitar 10 m. Bersusah payah mereka naik ke atas kars pas sampai di puncak semua menempel serupa tokek dan tak mau terjun.Â
Hahaha... sampai beragam rayuan diteriakan supaya usaha mereka ke atas tak sia-sia. akhirnya dari sekitar 5 atau 4 orang hanya dua orang yang berani loncat sisanya kembali pulang lewat darat hahaha...
Saya pun tak ketinggalan mencoba berbagai pose di dalam air yang dingin ini. Menyelupkan kaki saya hingga ke paha dan bermain air dengan mode slow mo hasilnya... tidak begitu memuaskan wkwkkw. Mungkin saya saja yang tidak terlalu profesional. Setelah dirasa puas, kami harus segera kembali sebelum hari benar-benar gelap.Â
Benar saja separuh jalan matarahari semakin turun dan di perjalanan kami menyaksikan senja yang begitu menyihir saking indahnya. Deru perahu motor yang berisik hingga angin yang mengibas-ngibas jilbab dengan keras tak mengganggu karena senja kali ini begitu romantis.
Setelah beberapa hari setelah perjalanan ini, kami baru benar-benar mendapat informasi soal Pulau Baer dari Kepala Dinas Pariwisata Tual. Katanya asal muasal Pulau ini dari peperangan antara Pulau Laut dan masyarakat Papua. Masyarakat laut menang yang kalahnya adalah Baer, makanya dikasih nama Pulau Baer.
Makanya tak heran pulau ini disebut sebagai adiknya Raja Ampat karena latar belakang sejarah tersebut. Nah bagi kamu yang penasaran dengan cantiknya pulau ini, langsung cus aja. Cerita lainnya di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H