Selepas subuh, kami langsung mencari spot paling bagus tapi susah sekali karena pengunjung terlalu banyak. Kondisi ini sama seperti waktu memburu sunrise di sikunir Dieng. Saya selalu mengutuki kondisi seperti ini karena membuat pemburuan foto sulit dan tidak syahdu untuk menikmati sang surya terbit.Â
Kami pun bergantian berfoto dengan latar belakang sunrise sampai harus naik balkon yang lumayan tinggi. Di sini lah seorang laki-laki dengan penuh patriotisme bersedia mengangkat tubuh saya, bukan cuma saya ada juga beberapa orang. Bukan cuma kali ini saja, si lelaki ini menunjukkan kelakiannya beberapa saat lalu dengan baik hati memberikan tempat duduk saya yang ingin dekat dengan perapian.Â
 Saya berniat akan tersentuh tapi saya tahu tipe kek gimana nih cowo hahaha... karena toh dia tidak hanya dengan saya bersikap baik, pasti juga dengan banyak perempuan juga, sampai beneran ada yang mengincarnya. Duh. Sementara saya sih santai aja menyikapi kebaikan si lelaki ini, seperti teman, meski kadang sikapnya bikin deg-degan juga karena suka semena-mena megang saya. Sampai akhirnya pulang, dia tahu saya seperti apa "Gw tahu sebenernya lu...,"  yang saya jawab dengan "Apaan sih, sok tahu" hahaha... Saya juga berterima kasih sama dia karena tangannya rela menjadi pijakan kaki saya saat hendak nekat naik ke atas balkon yang tinggi.
Oke fokus lagi ke Bromo. Jadi akhirnya saya berdua dengan teman saya nekat pisah dengan rombongan untuk mencari spot terbaik sampai harus naik tebing dan molos dari pagar pembatas. Akhirnya kita dapat spot-spot yang benar-benar bagus meski harus hati-hati dan bergantian dengan turis lain. Turis asing banyak terlihat di sini, dari Eropa sampai China, benar mereka terkesima dengan keindahan dari cipatan agung Ilahi ini.Â
Semburat kuning yang berpadu dengan kegagahan Gunung Bromo ditambah dengan corak abu-abu vulkanik menghasilkan rona panorama yang sungguh luar biasa. Ini keindahan kelas dunia! Geng river tubing pun bahu membahu memberika foto terbaik dan berhasil. Terima kasih geng.Â
Dari spot sunrise kami bergeser ke Pasir Berbisik. Kali ini menikmatinya dengan cara yang ekstrem yaitu naek di atas jeep. Asyiknya saya sama teman-teman cowo-cowo nikmati terpaan angin dipadu debu Bromo dengan lantunan coldplay yang sukses disuarakan dengan sumbang. Hahaha tapi lelaki memang selalu punya cara seru untuk nikmati perjalanan. I Love It.Â
Sampai di sana pun kami berfoto-foto dan entah kenapa foto loncat jadi foto wajib. Selain foto loncat malah pake foto ala-ala pendekar dan jagoan gitu hahaha... dasar norak!Â
Puas berfoto yang juga dibantu sama Pak guide yang jadi andalanque kita bergeser ke Kawah Bromo, entah kenapa si guide suka banget fotoin saya candid meski ga mau mungkin demi rupiah kali yak hahaha...
Nah, di sini juga puncaknya. Banyak yang nawarin tunggangan kuda dengan tarif 50 ribu sekali jalan. Emang sih itu jauh banget rasanya hahaha... sampe hayati lelah. Tapi karena kita sembari mengobrol tentu gak kerasa, dan gak kerasa juga tau-tau nginjek ee kuda. Hahaha...
Baiklah setelah sukses menyelesaikan ratusan anak tangga, kami tiba di bibir kawah yang mengepul dan mengeluarkan bau belerang. Beberapa berkumpul di satu titik untuk menyaksikan panoramanya sekaligus berfoto meski ini membuat jalan susah karena super kecil dan kanan kiri sangat bahaya.