Megah.... itu kesan pertama yang ditangkap saat datang ke masjid Nabawi dan Masjidil Haram. Betapa tidak, lampu terang benderang, marmer berkilau, Â lengkap dengan tiang-tiang bercat putih yang begitu tinggi.Â
Masjid Nabawi
Mungkin memang benar tidak ada masjid lagi yang lebih megah dan indah dari dua masjid kecintaan Rasulullah itu. Saya pertama kali menginjakkan masjid Nabawi seperti merasakan oksigen yang langsung menyesap ke dalam paru-paru. Rasa haru hingga rasa senang tak terkira membuncah-buncah dalam dada. Khusus masjid ini laki-laki dan perempuan dipisah dan ada penjaga di tiap pintunya.Â
Sebelum masuk tas kita diperiksa karena tidak diperbolehkan membawa kamera. Gantungan kunci saya pernah diambil dengan alasan "haram... haram..." begitu pun kamera poket yang juga nyaris disita tapi karna terlalu malas balik ke hotel yang nun jauh di sana akhirnya saya memilih pintu lain supaya bisa masuk. Dan Alhamdulillah bisa masuk hehehe..
Ada dua bagian tempat salat, di depan dan di belakang. Di belakang biasanya untuk para ibu yang membawa anak. Beruntungnya saya, untuk pertama kali saya bisa berkesempatan salat Jumat yang Masya Allah ternyata sampai penuh safnya tak bersisa dengan khutbah berbahasa Arab.
Denger-denger di Raudah untuk laki-laki lebih nyaman, tetep sikut-sikutan sih cuma ga terlalu kayak emak-emak wkwkkw... dan yang penting pengalaman visual para laki-laki lebih terpuaskan karena mereka bisa lihat mimbar nabi sampai pintu-pintu makam Rasulullah di makamkan. Jadi, para laki-laki jangan sia-siain previlage yang dikasih untuk kaum kalian tuh.Â
Nah, kalian klo punya banyak waktu bisa juga mampir ke Museum Al-Quran yang tempatnya deket dari masjid ini. Ada pemandu juga yang bisa berbahasa Indonesia. Bahkan mandunya itu lebih ke ceramah daripada jadi pemandu kwkkw...
Oke.... sekarang lanjut ke Masjidil Haram atau al-Haram di Mekkah.Â
Apa yang terbayang saat melihat secara nyata benda berbentuk kotak berbalut kain hitam yang menjadi kiblat seluruh umat Islam? Saya juga sudah menerka apa yang akan terjadi pada saya ketika melihat Kakbah terpampang nyata di hadapan. Sejuta perasaan berkecamuk, penasaran, deg-degan, antusias sampai bahagia menjadi perasaan positif yang menyelimuti saya sepanjang lorong masuk menuju ke Kakbah.Â
Sensasi salat berhadapan langsung dengan Kakbah menjadi pengalaman spritual yang tak tergantikan. Kalian tidak lagi harus melihat sajadah bergambar Kakbah tapi hadapkan wajah di Kakbah langsung. Dan langsung saja terasa kamu bukan apa-apa dibanding kekuatan sang pencipta. Â
Di sini saya langsung menunaikan semua rukun umrah, dan yang paling saya senangi adalah Sai atau lari-lari kecil di Safa Marwah. Semangat sangat membara, penuh kebahagian saya berlomba mengencangkan suara pujian dengan jemaah lainnya. Untuk tawaf sendiri, lumayan penuh perjuangan. Makanya di sini laki-laki paling berperan besar menjadi penjaga kaum renta dan wanita sepanjang putaran tersebut.Â
Bentuk formasi khusus yang menjadikan laki-laki sebagai dinding bagi kelompoknya. Meski terkadang dinding itu tak rapat harus cepat kembali ke formasi semula biar ga  bikin orang terpencar-pencar karena yang mengerikan bukan cuma ketabrak orang asing yang besar-besar tapi juga diseruduk sama kursi roda yang harusnya ga boleh di situ.Â
Gimana soal Hijr Ismail, Makam Ibrahim, dan dapetin Hajar Aswad? hehehe saya dapat semua dong. tunggu blog selanjutnya dan nantikan tips dan triknyaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H