Deras air hujan menatap senja,
Hampir satu jam sejak ia datang,
Matanya masih sembab merana,
Masih menunduk hingga temaram.
Seperti yang biasa kau lakukan,
Kau buat lagi aku jatuh dalam duka lara,
Arang patah hatimu kau bakar,
Kau beri makan kenyang egomu sudah.
Pernahkah dalam sehari terpikirkan?,
Ada seseorang yang rapuh lemah,
Mengutuki diri berbuat yang sia-sia,
Sedang terduduk menangisi kekalahan,
Kalah telak,
Kalah saing,
Kalah segalanya,
Dari ia yang tak berjuang sama sekali,
Dari ia yang kau dukung,
Kau bawa selalu,
Kau sematkan dalam masa,
Pernahkah terpikirkan?.
Bagaimana bisa kau mampu hidup,
Dari kecapan pahit menahun membuang gula,
Dari tangis sedu seorang perempuan,
Pernahkah terlewat di benak angkuhmu,
Mampukah kelak kau tanggung karma bersebab duka milikku?.
Kau biarkan kedua matamu buta,
Hingga tak tahu separuh diriku hilang,
Tak tahu diriku bergumam sumpah,
Menguatkan diri membasuh luka,
Begitu acuh, tak tahu menahu,
Hingga gemar mengulang-ulang.
Dalam ribuan bait ukiran doa,
Ku memohon-mohon pada Pencipta,
Meminta Dia memberimu ampun,
Agar tak berat pijak langkahmu di dunia,
Agar tak berat kau tanggung beban dosa,
Begitu nyata aku mencintai,
Menyayangi,
Dengan harap-harap cemas,
Bisa bersamamu selalu selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H