1. Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart adalah dua tokoh yang memiliki kontribusi besar di bidang sosiologi dan filsafat hukum.
Max Weber, seorang ahli sosiologi terkenal, memusatkan perhatian pada tindakan sosial, yaitu perilaku yang memiliki makna dan diarahkan kepada orang lain. Menurut Weber, makna tindakan sosial bisa bersifat subjektif maupun objektif, dan tugas utama sosiologi adalah memahami makna tersebut. Weber menekankan bahwa tindakan sosial harus dianalisis dengan memperhatikan konteks dan motif yang mendorong perilaku tersebut. Karyanya seperti "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" membahas hubungan antara agama, ekonomi, dan perkembangan masyarakat modern .
Herbert Lionel Adolphus Hart, seorang filsuf hukum asal Inggris, dikenal karena teorinya tentang hukum sebagai sistem peraturan. Hart mengkritik teori hukum komando John Austin, yang melihat hukum semata-mata sebagai perintah yang didukung ancaman. Sebagai gantinya, Hart mengusulkan dua jenis peraturan: primer dan sekunder. Peraturan primer menetapkan kewajiban, sedangkan peraturan sekunder memberikan kekuasaan untuk menciptakan, mengubah, atau menghapus peraturan. Ide ini memperkuat pandangannya bahwa hukum lebih dari sekedar perintah koersif, melainkan sebuah sistem aturan yang kompleks .
Kedua pemikir ini memberikan pandangan berbeda namun penting terhadap struktur masyarakat dan hukum, yang terus memengaruhi studi di bidang sosiologi dan filsafat hukum.
2. Pokok-pokok pemikiran Max Weber berfokus pada berbagai aspek sosiologi, termasuk tindakan sosial, birokrasi, otoritas, dan hubungan antara agama dan perkembangan ekonomi. Berikut adalah beberapa gagasan utamanya:
-Tindakan Sosial: Weber membedakan tindakan sosial sebagai perilaku yang memiliki makna dan diarahkan kepada orang lain. Ia membagi tindakan sosial menjadi empat tipe:
*Rasional instrumental: tindakan yang diambil dengan mempertimbangkan cara paling efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
*Rasional berorientasi nilai: tindakan yang didorong oleh keyakinan akan nilai tertentu, terlepas dari hasilnya.
*Afektif: tindakan yang didasarkan pada emosi.
*Tradisional: tindakan yang dilakukan berdasarkan kebiasaan.
Weber menekankan bahwa sosiologi harus memahami makna subjektif di balik tindakan individu .
-Teori Birokrasi: Weber adalah salah satu pemikir pertama yang mengkaji birokrasi sebagai bentuk organisasi yang efisien dalam masyarakat modern. Ia menggambarkan birokrasi dengan karakteristik seperti hirarki yang jelas, pembagian tugas yang terperinci, dan aturan formal. Meskipun Weber mengakui efisiensi birokrasi, ia juga memperingatkan tentang bahaya "kekakuan" yang dapat mengurangi kreativitas dan kebebasan individu.
-Tipe Otoritas: Weber mengidentifikasi tiga jenis otoritas:
*Otoritas tradisional: didasarkan pada adat dan kebiasaan yang sudah lama berlangsung.
*Otoritas kharismatik: berasal dari kekuatan pribadi seorang pemimpin yang dianggap memiliki karisma.
*Otoritas legal-rasional: didasarkan pada aturan dan prosedur formal yang diakui secara sah.
-Etika Protestan dan Kapitalisme: Dalam karyanya "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism," Weber mengemukakan bahwa etika kerja Protestan, terutama dalam ajaran Calvinisme, berkontribusi pada munculnya kapitalisme modern. Ia berargumen bahwa nilai-nilai seperti kerja keras dan hidup hemat mendukung perkembangan ekonomi di Eropa Barat.
-Verstehen: Konsep ini berarti "pemahaman" atau "pengertian" dalam bahasa Jerman, di mana Weber mengusulkan bahwa untuk memahami tindakan sosial, seorang sosiolog harus menempatkan dirinya dalam posisi pelaku untuk memahami makna subjektif dari tindakannya.
Pemikiran Weber banyak memengaruhi perkembangan sosiologi modern, terutama dalam teori tentang struktur masyarakat, birokrasi, dan hubungan antara agama dan ekonomi.
Herbert Lionel Adolphus Hart, seorang filsuf hukum terkemuka, dikenal terutama karena kontribusinya terhadap teori hukum positif. Berikut adalah pokok-pokok pemikiran utamanya:
-Kritik terhadap Teori Hukum Komando John Austin: Hart menentang pandangan Austin yang menyatakan bahwa hukum hanyalah perintah dari penguasa yang didukung oleh ancaman sanksi. Menurut Hart, teori tersebut gagal menjelaskan kompleksitas hukum modern yang tidak selalu bersifat koersif, misalnya hukum kontrak atau hukum perdata. Ia menekankan bahwa hukum bukan hanya soal perintah, tetapi sistem aturan yang lebih luas .
-Peraturan Primer dan Sekunder: Hart memperkenalkan konsep dua jenis aturan hukum:
*Peraturan primer: Aturan yang langsung mengatur perilaku manusia dengan menetapkan kewajiban atau larangan.
*Peraturan sekunder: Aturan yang memberikan kewenangan untuk membuat, mengubah, atau menghapus peraturan primer. Contohnya termasuk aturan tentang prosedur legislasi atau adjudikasi. Peraturan sekunder mencakup tiga jenis utama: aturan pengakuan (rule of recognition), aturan perubahan (rule of change), dan aturan adjudikasi (rule of adjudication) .
-Rule of Recognition (Aturan Pengakuan): Hart memperkenalkan konsep "rule of recognition" sebagai kriteria yang digunakan untuk menentukan validitas suatu peraturan dalam sistem hukum. Aturan ini memungkinkan identifikasi hukum yang berlaku dan memberikan fondasi bagi seluruh sistem hukum.
-Kewajiban dan Ketaatan terhadap Hukum: Hart membedakan antara seseorang yang "diwajibkan untuk" melakukan sesuatu karena ancaman sanksi dan seseorang yang "memiliki kewajiban" berdasarkan aturan hukum yang diterima secara sosial. Dengan demikian, ketaatan terhadap hukum tidak hanya didorong oleh ancaman sanksi, tetapi juga oleh penerimaan aturan tersebut sebagai sah dan mengikat secara sosial .
-Pandangan tentang Hukum sebagai Sistem Terbuka: Hart menekankan bahwa hukum memiliki "keterbukaan tekstual" (open texture), yaitu bahwa tidak semua situasi bisa diatur secara pasti oleh peraturan yang ada, sehingga memerlukan interpretasi oleh hakim dalam kasus tertentu. Ini menyoroti pentingnya kebijaksanaan yudisial dalam menerapkan hukum.
Pemikiran Hart telah memberikan pengaruh besar pada teori hukum modern, terutama dalam menggeser fokus dari pandangan yang semata-mata koersif ke hukum yang dilihat sebagai sistem aturan yang kompleks dan fleksibel.Â
3. Pemikiran Weber dan Hart masih relevan:
1.Weber: Tindak sosialnya penting untuk memahami perilaku digital; kritik birokrasi relevan dalam reformasi organisasi; dan analisis hubungan agama-kapitalisme tetap berguna untuk budaya kerja.
2.Hart: Teori peraturan membantu hukum beradaptasi dengan perubahan; konsep legitimasi hukum penting di era global; dan keterbukaan interpretasi hukum diperlukan untuk isu-isu baru.
Pemikiran kedua tokoh ini membantu memahami tantangan sosiologis dan hukum dalam masyarakat modern, terutama dalam mengelola perubahan sosial yang cepat dan meningkatkan kompleksitas hubungan antarindividu dan antarnegara.
4.Pemikiran Weber dan Hart dalam konteks hukum Indonesia dapat diringkas sebagai berikut:
1.Weber: Reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi dan penerapan hukum yang bebas dari pengaruh politik diperlukan. Analisis perilaku sosial membantu memahami pengaruh norma budaya dan agama.
2.Hart: Perlu adaptasi aturan hukum untuk mengikuti perubahan, konsistensi antara hukum nasional dan adat, serta standar interpretasi yang jelas untuk mengurangi ketidakpastian hukum.
Keduanya menekankan reformasi struktural dan penegakan hukum yang lebih efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H