"Kau selalu menyiksaku, kau sama sekali tak pernah memberiku kesempatan untuk bahagia. Meski sebenarnya kau bisa melakukan itu!"
"Apa maksudmu?" Tanyaku mengernyit.
"Lepaskanlah semua. Lepaskanlah rasa lelah, bimbang, sedih, cemas, dan khawatirmu. Keluarlah dari belenggu itu. Asal esok kau masih bisa makan, rasanya kau tak perlu cemas dan khawatir berlebihan. Dan biarkanlah semua tetap berjalan dengan sebagaimana mestinya sampai pada akhirnya waktu akan menjawab semua pertanyaan dan keresahanmu."
"Apa yang harus kulakukan?" Tanyaku dalam isak tangis.
Dia terdiam dan tersenyum kepadaku, senyuman yang terlihat begitu menenangkan.
"Kau tau jika aku adalah bagian dari dirimu. Tidak banyak yang bisa kau lakukan selain melepaskan semuanya yang telah terjadi. Aku mengerti jika ini bukanlah suatu hal yang mudah untukmu tapi bukan berarti ini mustahil untuk dilakukan."
"Berhentilah membandingkan dirimu dengan sang liyan karena jika kau terus melakukan itu, kau akan semakin membuatku menderita. Kau percaya dengan waktu?
Aku mengangguk.
"Setiap orang pasti memiliki waktu dan jalannya masing-masing. Cukup fokus dengan hal-hal yang membuatmu bahagia agar kau bisa menjadi manusia yang lebih baik. Jika kau bahagia sudah pasti aku akan bahagia."
Aku tertunduk, mengiyakan semua ucapannya. Ucapan yang sebenarnya sudah terdengar cukup lama dari dalam diri ini, hanya saja sering kali tertutup oleh kabar-kabar keberhasilan orang lain. Dan semua itu hanya akan berakhir dengan menyalahkan diri sendiri yang tak bisa apa-apa seperti mereka.
"Teruslah berusaha, jangan terlalu berlebihan untuk mengharapkan sesuatu. Berharap memang tidak salah namun, terkadang harapan itu justru yang akan membuat kita terluka semakin dalam."