Mohon tunggu...
ANIK TWIN
ANIK TWIN Mohon Tunggu... Guru - Guru SD dan Pengelola PAUD

membuka cakrawala dengan budaya literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Anti Hoax Melalui Budaya Literasi Berbasis Penguatan Pendidikan Karakter

21 Oktober 2017   15:19 Diperbarui: 21 Oktober 2017   19:50 4335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan masyarakat yang damai dan tentram adalah tujuan setiap orang. Kehidupan masyarakat yang damai dan tentram akan tercipta apabila kondisi di setiap aspek di dalam masyarakat itu dalam kondisi yang kondusif. Kondisi yang kondusif maksudnya dimana kondisi masyarakat bebas dari ancaman, bebas dari rasa takut, tidak terjadi konflik, suasana masyarakat tertib dan aman. Kondisi masyarakat yang kondusif sewaktu -- waktu dapat terganggu apabila salah satu komponen masyarakat membuat kekacauan. Berita bohong yang tidak jelas sumbernya adalah salah satu faktor yang dapat merusak integritas kenyamanan kehidupan di dalam lingkungan masyarakat. Kondisi masyarakat Indonesia yang beranekaragam sasaran empuk bagi penyebar berita bohong. Oleh karena itu perlu adanya "Pendidikan Anti Hoax". 

Pendidikan Anti Hoax dapat diberikan tidak hanya melalui pendidikan formal semata, namun dapat diimplementasikan melalui pendidikan informal maupun pendidikan nonformal. Keluarga sebagai pendidikan pertama sekaligus sebagai pendidikan informal bagi peserta didik sangat berperan penting dalam pendidikan anti hoax. Sebagia salah satu pilar pendidikan, keluarga beserta pola didiknya sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan peserta didik. Sekolah sebagai pendidikan formal berperan dalam memantapkan pendidikan yang telah diberikan keluarga dengan didasari ilmu pengetahuan. Melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sehingga mampu mencetak para penerus bangsa yang berkarakter serta berbudi pekerti luhur.

Hoaxadalah berita bohong yang bertujuan mendiskreditkan individu atau kelompok. Hoaxdapat meresahkan masyarakat oleh sebab itu harus diperangi karena mengganggu ketentraman dalam hidup bermasyarakat. Dampak negatif hoaxyang dianggap kebenaran oleh individu atau kelompok tidak saja membuat retaknya hubungan individu, komunitas, bangsa, tetapi bahkan bisa menimbulkan perang antarbangsa. Hoaxdapat menyebabkan konflik sosial dalam masyarakat yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan. 

Hoaxcenderung berisi berita tentang ekstrimisme dan diskriminasi. Ekstrimisme meranah pada kebencian dan diskriminasi meranah pada membahas perbedaan sehingga dapat menimbulkan konflik SARA. Masyarakat yang mudah percaya dengan berita bohong akan mudah menyebarkan hoax tersebut ke media sosial sehingga hoaxmenjadi viral. Sebaiknya masyarakat tidak mudah mempercayai berita bohong karena penyebar berita bohong sama halnya dengan pembuat berita bohong tersebut, maka dari itu secara hukum memiliki sanksi hukum yang sama. Sebelum mempercayai dan menyebarkan berita bohong, masyarakat harus mencari kebenaran berita tersebut dan harus memikirkan dampak dari pemberitaan tersebut. Hoaxharus ditangkal dan harus diperangi karena dapat mengancam keutuhan NKRI. 

Sebelum kita mempercayai sebuah berita hoax, kita harus tahu ciri -- ciri berita yang mengarah berita bohong atau hoax. Ciri -- ciri hoax : begitu disebar berita tersebut akan menimbulkan keresahan dan kecemasan masyarakat, pemaparan hoax cenderung bersifat persuasif mengarah kebencian, sumber kebenaran berita bohong tidak jelas, isi berita bohong itu tidak proporsional, bersifat fanatik berkedok ideologi.

Budaya literasi saat ini merupakan salah satu program pemerintah di ranah pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Literasi tidak sekedar melek baca saja namun bermakna komprehensif. Budaya baca bagi sebagian masyarakat merupakan hal yang sudah menjadi pembiasaan, namun tidak juga bagi kelompok masyarakat yang lain. Sebagian kecil masyarakat membaca merupakan kebutuhan. Jenis bacaan dapat berupa media cetak maupun media elektronik. Jenis bacaan media cetak dapat berupa koran, surat kabar, tabloid mapun majalah. Jenis bacaan media elektronik di era digital seperti saat ini merupakan hal yang pandang lebih praktis dalam memperoleh informasi dengan cepat. 

Kehadiran        e-book memudahkan kita dalam membaca tanpa harus membawa setumpuk kertas, cukup dengan sebuah smartphone digenggaman kita dapat mengakses       e-book melalui media dalam jaringan (daring) yaitu internet. Literasi tidak sebatas pada budaya baca namun meranah pada beberapa aspek, antara lain : Literasi Dasar, yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung. Dalam literasi dasar, kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan, mempersepsikan informasi, mengkomunikasikan, serta menggambarkan informasi berdasar pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi. Literasi Perpustakaan, yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa mengoptimalkan literasi perpustakaan yang ada. 

Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi,memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah. Literasi Media, yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi tentang pengetahuan dan memberikan persepsi positif dalam menambah pengetahuan. Literasi Teknologi , yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, dapat memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet.

Dalam usaha memerangi dan menangkal isu -- isu yang mengarah ke berita hoax, diperlukan strategi berupa program yang membangun pendidikan agar masyarakat lebih berpikir kritis dalam mencerna informasi yang diterima salah satunya melalui pendidikan literasi. Hal ini sangat penting agar peserta didik mampu menyaring berbagai berita hoax. 

Pendidikan literasi tidak serta merta hanya mengajak peserta didik untuk membaca dan menulis mengenai bahan -bahan yang sudah diajarkan, namun harus dikolaborasikan dengan ketrerampilan kerangka berpikir kritis dan logis bagi peserta didik dengan kegiatan membaca, menelaah, dan menulis. Tiga hal terkait pendidikan literasi yang harus dilakukan, Pertama, membangun budaya pembelajaran kritis di sekolah. Peserta didik tidak boleh hanya pasif membaca dan menulis tanpa berpikir, namun harus diimbangi dengan kegiatan diskusi, kerja kelompok, memecahkan masalah, dan membangun sikap kritis terhadap berbagai isu yang tengah berkembang saat ini. 

Kedua, kegiatan pembelajaran harus didampingi dengan guru kreatif dan melek informasi. Penyampaian substansi materi pembelajaran yang disajikan oleh guru harus aktif, kreatif, dan kritis. Guru harus mampu mengajak peserta didik untuk membaca sebuah realitas, berpikir kritis, hingga menemukan problem solving atas persoalan tersebut. Selain itu, materi pembelajaran juga harus didesain menarik dengan mengaitkan pada isu-isu yang tengah berkembang sekarang ini. Ketiga, meningkatkan pengawasan orang tua terhadap anak. Terlebih lagi bagi orang tua yang sibuk dengan rutinitas di kantor.

Keluarga merupakan pendidikan pertama dalam upaya memerangi hoax. Karena peran keluarga sangat dominan dalam pengawasan penggunaan media sosial oleh anak. Berawal dari keluarga, orangtua dapat mengawasi dengan ketat berbagai informasi atau isu - isu yang menyebar di media sosial. Peran orangtua dalam keluarga sebagai guru pertama untuk pendidikan anak harus lebih intensif. Orangtua harus lebih protectif dalam menggunakan media sosial untuk anak -- anak sebagai media belajar di rumah. Orangtua harus meluangkan waktu untuk mendampingi anak dalam belajar di rumah. Orangtua harus mampu menjembatani anak dengan kebutuhannya akan dunia teknologi khususnya dalam menggunakan fasilitas media sosial. Penggunaan media sosial sebagai fasilitas belajar di rumah tanpa kontrol orangtua akan berubah menjadi hal yang fatal.

Sebagai pendidik, menyikapi berita bohong atau hoax diperlukan sikap berpikir kritis sehingga tidak begitu saja kita mempercayainya, untuk itu diperlukan wawasan dan pengetahuan agar kita tidak termakan oleh berita bohong atau hoax. Sikap kritis yang dimaksud disini yaitu membangun kerangka berpikir kritis dan logis bagi peserta didik dengan kegiatan membaca, menelaah, dan menulis, praktik membaca dan menulis harus lebih menitikberatkan kepada membaca dan menulis untuk belajar, sehingga kegiatan pembelajaran tidak monoton dan pasif dengan membaca semata. Sebagai guru atau pendidik, beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menyikapi berita bohong atau hoax antara lain membekali dengan wawasan yang luas dengan meningkatkan minat baca melalui budaya literasi.

Guru sebagai transfer ilmu kepada peserta didik harus kreatif, khususnya dalam mengaplikasikan berbagai informasi yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Informasi yang disampaikan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan peserta didik sehingga mudah dipahami dan diterima oleh peserta didik. Dengan demikian mampu menangkal hoaxyang mempengaruhi perkembangan peserta didik.

Guru sebagai fasilitator dalam belajar, harus mampu menjelaskan kepada peserta didik terkait informasi -- informasi yang bersifat fakta atau hoax. Guru sebagai orangtua kedua di sekolah harus mampu memberikan tindakan preventif terhadap peserta didik dalam menyikapi dampak negatif berita bohong atau hoax. Tindakan preventif ini dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan dan konseling melalui penguatan pendidikan karakter yaitu pengembangan pendidikan budi pekerti. Peguatan pendidikan karakter telah disahkan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. 

Dalam peraturan presiden ini yang dimaksud Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penguatan Pendidikan Karakter bertujuan : membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan; mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.

Guru sebagai bagian dari komponen masyarakat harus mampu memberikan figur yang bersifat membangun dalam menyikapi dampak negatif berita bohong atau hoax. Dalam hal ini, bersikap membangun dapat diartikan tidak memperkeruh suasana sehingga berita hoax dapat diredam dan tidak menjadi berita yang menambah keresahan di masyarakat. Netralitas sangat dibutuhkan dalam menyikapi hoax yang beredar di lingkungan masyarakat. Sikap demokratis lebih tepat dalam menempatkan diri saat berita hoaxmenjadi berita viral. Sehingga sangat dibutuhkan jiwa demokratis dalam meredam berita hoax yang beredar di lingkungan masyarakat.

Berita bohong atau hoax jelas -- jelas virus yang dapat merugikan di berbagai aspek kehidupan maka dari itu marilah kita lebih selektif dalam menyikapi berita yang beredar di masyarakat khususnya yang beredar di media sosial. Budaya literasi sangat tepat untuk menangkal berita hoax karena dengan budaya literasi kita akan lebih berwawasan luas sehingga tidak akan mudah termakan oleh berita hoax. Budaya literasi yang kita kembangkan akan lebih mantap jika diimbangi dengan penguatan pendidikan karakter karena melalui penguatan pendidikan karakter mencetak generasi yang berbudi pekerti luhur sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia yaitu demokratis.

by : anik.twin@gmail.com ~ fb anik twin sanggar einstein

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun