Keluarga merupakan pendidikan pertama dalam upaya memerangi hoax. Karena peran keluarga sangat dominan dalam pengawasan penggunaan media sosial oleh anak. Berawal dari keluarga, orangtua dapat mengawasi dengan ketat berbagai informasi atau isu - isu yang menyebar di media sosial. Peran orangtua dalam keluarga sebagai guru pertama untuk pendidikan anak harus lebih intensif. Orangtua harus lebih protectif dalam menggunakan media sosial untuk anak -- anak sebagai media belajar di rumah. Orangtua harus meluangkan waktu untuk mendampingi anak dalam belajar di rumah. Orangtua harus mampu menjembatani anak dengan kebutuhannya akan dunia teknologi khususnya dalam menggunakan fasilitas media sosial. Penggunaan media sosial sebagai fasilitas belajar di rumah tanpa kontrol orangtua akan berubah menjadi hal yang fatal.
Sebagai pendidik, menyikapi berita bohong atau hoax diperlukan sikap berpikir kritis sehingga tidak begitu saja kita mempercayainya, untuk itu diperlukan wawasan dan pengetahuan agar kita tidak termakan oleh berita bohong atau hoax. Sikap kritis yang dimaksud disini yaitu membangun kerangka berpikir kritis dan logis bagi peserta didik dengan kegiatan membaca, menelaah, dan menulis, praktik membaca dan menulis harus lebih menitikberatkan kepada membaca dan menulis untuk belajar, sehingga kegiatan pembelajaran tidak monoton dan pasif dengan membaca semata. Sebagai guru atau pendidik, beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk menyikapi berita bohong atau hoax antara lain membekali dengan wawasan yang luas dengan meningkatkan minat baca melalui budaya literasi.
Guru sebagai transfer ilmu kepada peserta didik harus kreatif, khususnya dalam mengaplikasikan berbagai informasi yang sesuai dengan perkembangan peserta didik. Informasi yang disampaikan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan perkembangan peserta didik sehingga mudah dipahami dan diterima oleh peserta didik. Dengan demikian mampu menangkal hoaxyang mempengaruhi perkembangan peserta didik.
Guru sebagai fasilitator dalam belajar, harus mampu menjelaskan kepada peserta didik terkait informasi -- informasi yang bersifat fakta atau hoax. Guru sebagai orangtua kedua di sekolah harus mampu memberikan tindakan preventif terhadap peserta didik dalam menyikapi dampak negatif berita bohong atau hoax. Tindakan preventif ini dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan dan konseling melalui penguatan pendidikan karakter yaitu pengembangan pendidikan budi pekerti. Peguatan pendidikan karakter telah disahkan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.Â
Dalam peraturan presiden ini yang dimaksud Penguatan Pendidikan Karakter yang selanjutnya disingkat PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penguatan Pendidikan Karakter bertujuan : membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan; mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.
Guru sebagai bagian dari komponen masyarakat harus mampu memberikan figur yang bersifat membangun dalam menyikapi dampak negatif berita bohong atau hoax. Dalam hal ini, bersikap membangun dapat diartikan tidak memperkeruh suasana sehingga berita hoax dapat diredam dan tidak menjadi berita yang menambah keresahan di masyarakat. Netralitas sangat dibutuhkan dalam menyikapi hoax yang beredar di lingkungan masyarakat. Sikap demokratis lebih tepat dalam menempatkan diri saat berita hoaxmenjadi berita viral. Sehingga sangat dibutuhkan jiwa demokratis dalam meredam berita hoax yang beredar di lingkungan masyarakat.
Berita bohong atau hoax jelas -- jelas virus yang dapat merugikan di berbagai aspek kehidupan maka dari itu marilah kita lebih selektif dalam menyikapi berita yang beredar di masyarakat khususnya yang beredar di media sosial. Budaya literasi sangat tepat untuk menangkal berita hoax karena dengan budaya literasi kita akan lebih berwawasan luas sehingga tidak akan mudah termakan oleh berita hoax. Budaya literasi yang kita kembangkan akan lebih mantap jika diimbangi dengan penguatan pendidikan karakter karena melalui penguatan pendidikan karakter mencetak generasi yang berbudi pekerti luhur sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia yaitu demokratis.
by : anik.twin@gmail.com ~ fb anik twin sanggar einstein
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H