Mohon tunggu...
Twenty Ages
Twenty Ages Mohon Tunggu... Guru - pingn nulis terus

tegal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagaimana Bisa

9 Maret 2024   22:13 Diperbarui: 9 Maret 2024   22:16 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku mencintaimu melebihi dia, Ka. Aku menyayangimu melebihi Nesti". Ucap seorang gadis dengan nada suara cukup kencang dan bergetar.

Si remaja laki-laki hanya diam mematung dengan posisi badan yang membelakangi gadis tersebut, setelahnya berlalu meninggalkan dia yang berdiri di belakangnya, dan aku hanya bisa mematung melihat pemandangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Buru-buru ku tarik langkah ku dan berbelok masuk ke sebuah lorong untuk menyembunyikan keberadaanku di situ.

"Kenapa aku tak bisa membaca itu semua, apa aku terlalu polos atau memang aku bodoh yang tidak membaca situasi tersebut. Beberapa kebetulan atau memang situasi yang sengaja diciptakan tanpa aku tau dan tanpa aku sadari sebelumnya". Ucap ku menuju kelas.

Cuaca akhir-akhir ini memang kurang bersahabat angin yang kencang, mendung, hujan, cuaca lembab hawa dingin,  dan terkadang juga cuaca panas tak terkira hingga 39 membuat badan bingung harus beradaptasi, dan akhirnya kebingungan badan dikeluarkan dalam bentuk sakit mulai dari panas, batuk, pilek seperti yang ku alami. Tapi kemudian aku berfikir ini sakit karena cuaca atau karena fakta yang aku dapati minggu lalu? Dan belum ada konfirmasi dari dua orang tersebut padaku. Keduanya nampak biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa ketika meraka berada bersamaku.

Seperti hari ini, kita biasa menghabiskan waktu istirahat kedua setelah sholat dhuhur dengan menyantap makan siang di kantin.

"hey, gimana praktek biologimu hari ini Nes" Ucap Dira padaku dengan tangan membuka bungkus Taro.

" Lancar aman, meski nahan ingus yang malu-malu jadi dia keluar masuk mulu heheh. Dika tu, masih bingung aku jelasin ga paham-paham. Coba deh kamu bantu" Ucapku dengan menyomot isi taro dari bungkusnya yang sudah dibuka Dira.

"Kayaknya dia lagi ada masalah tapi belum mau cerita. Aneh yang tiba-tiba dari kemarin", sembari ku senggol kakinya dengan mataku melirik kearah Dira.

"Sok tau, dah dah  lanjut nanti mi rebus datang mari kita tandaskan". Ucap Dika yang duduk berada diantara aku dan Dira.

Aku melambatkan langkah kakiku menuju kelas, dan Dira berjalan tepat di depanku. Kita asyik dengan pikiran kita sendiri, dan yang ada dalam pikiranku saat ini adalah, aku merasa sedikit ada yang berbeda dari dua orang ini. Hari ini mereka jadi lebih pendiam dari biasanya. Bagian paling menyebalkan adalah menebak-nebak sesuatu yang sama sekali aku tidak ingin lakukan. Belum selesai aku menebakk-nebak dipikiranku tentang mereka. Tetiba, Dira menghentikan langkahnya tepat didepanku, dan itu membuyarkan lamunanku karena akhirnya punggung Dira kutabrak.

"Awwwww, hey kenapa berhenti mendadak hiyaaaaa akhh". gerutuku dengan memegang kening.

"Aku menyukai Dika, lupakan semua ucapanku tentang Dika yang selama ini keluar dari mulutku, itu kebohongan. Bohong ketika aku bilang aku tidak menyukai Dika karena dia bukan tipeku, bohong ketika ku bilang Dika adalah orang yang tidak menyenangkan. Bohong ketika aku senang melihat kedekatan kalian. Nesti, aku menyukai Dika. Aku menyukai orang yang selalu menunggumu di depan kelas untuk mengantarmu pulang, aku menyukai orang yang membelikanmu ikat rambut yang hari ini kau pakai, aku menyukai orang yang selalu menceritakan apa yang dirasakannya padamu". Ucap Dira.

Aku hanya bisa mematung ketika Dira menyampaikan itu tanpa jeda dan dalam satu tarikan nafas persisi orang menyampaikan ijab kobul, aku berfikir sepertinya dia sudah menyiapkan narasi ini semalam, tapi bagaimana dia tau kalau aku akan mengenakan ikat rambut yang di belikan Dika dan dari mana dia tau kalau ikat rambut yang aku pakai adalah pemberian Dika. Mataku masih memandang Dira tanpa berkedip, mulutku setengah melongo mendengar ucapannya, pikiranku masih mencoba untuk memahami apa yang diucapkannya. Jadi selama ini dia berbohong ketika dia pernah mengatakan dia tak menyukai Dika, dengan candaannya dia bilang "his not my type". Bohong ketika dia mengatakan tidak akan mudah terbawa perasaan dengan perlakuan baik Dika, karena itu ciri-ciri playboy. Diamku terpecahkan karena bunyi bel yang meraung kencang memekakan telinga semua siswa di sekolah ini, dan aku baru sadar, Dira masih menungguku, menunggu responku tepatnya.

"Yuk, masuk kelas". Ucapku sembari menarik tangannya.

 Empat jam pelajaran berlalu waktunya pulang, dan seperti biasa Dika akan menungguku di depan kelas. Tidak ada yang berubah sama sekali, dia masih seperti hari kemarin dan aku hanya senyum-senyum melihatnya. Kita melewati kelas Dira, ku lambaikan tanganku ketika Dira berdiri di depan kelas dan melihat kami berjalan menuju parkiran.

Setibanya di depan rumah, dengan tangan masih membereskan rambutku yang berantakan akibat beradu dengan angin kutanyakan pada mas Dika.

"Mas, kenapa kamu ga cerita kalo Dira bilang suka sama kamu" Ucapku pada Dika.

"Lah itu ga penting, fokus kita saat ini harus belajar bukan  fokus ke perasaan orang lain atau cinta-cintaan. Masih bocah kita ini, ga sah sibuk mikirin gituan. Anggap itu intermezo yang membuat pipi kita merona, diri kita bangga ternyata kita dikagumi diam-diam meskipun sebelumnya dia mengatakan tidak menyukaiku di depanmu". Yaudah, pamitkan Mamah Mas langsung pulang.

" Yachhh, Ga mampir dulu". cegahku

"Besok aja, bilang mamah besok aku ingin melon dan bakso" jawabnya sambil cengengesan

"Aku jawab apa besok sama Dira". gerutuku

"Tidak semua intermezo harus diberikan jawaban". Ucapnya sembari mengenakan helmnya.

"Hmmmm. Ok hati-hati dijalan salam buat Ibu". balasku

Ya, anggap ini intermezo selingan atau variasi diantara kisah hidupku yang penuh hal tak terduga. Seperti kedatangan mas Dika yang tiba-tiba dalam kehidupanku dan mamah. Karena  ternyata  dia adalah kakak tiriku, anak dari Istri kedua Bapa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun