Pandemi Covid-19 menyisakan banyak persoalan, salah satunya sampah masker sekali pakai.
Dilansir dari The Independent (melalui Kompas.com), 129 miliar masker sekali pakai digunakan masyarakat di seluruh dunia setiap bulannya. Sedangkan di Indonesia, 18.460 ton limbah medis terkumpul sepanjang pandemi Covid-19 termasuk sampah masker.
Berbeda dengan sampah anorganik lain yang bisa dikreasikan, sampah masker cenderung sulit didaur ulang.
Menurut KataData, ada 160 miliar sampah masker sekali pakai yang berakhir di lautan. Sedangkan sisanya menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dengan kemungkinan terurai hingga 450 tahun.
Lantas, sampai kapan kita terus menenggelamkan bumi dengan sampah masker?
Awal mula maraknya masker sekali pakai
Penggunaan masker sekali pakai sebelum Covid-19 bisa terbilang sedikit. Jenis masker ini biasanya hanya ditemui di kalangan tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat di rumah sakit.
Dulu, saya dan keluarga lebih sering menggunakan masker kain. Begitu juga dengan teman-teman sekolah dan kuliah yang banyak memilih masker kain dengan warna dan corak yang beragam.
Alasannya cukup sederhana, masker kain bisa dipakai berulang kali sehingga hemat pengeluaran. Selain itu masker kain juga cukup mudah ditemui karena banyak dijajakan di pinggir jalan.
Namun Covid-19 membalikkan semuanya.
Kala itu, pemerintah mengeluarkan himbauan untuk menggunakan masker N-95 yang dicap ampuh menangkal debu, bakteri, dan virus hingga 95%. Kemudian muncul beberapa varian masker lain seperti KN95, KF94, FFP, duckbill, dan lainnya.
Sayang, kebanyakan masker ini berjenis disposable alias hanya untuk sekali pakai sehingga menyisakan permasalahan sampah.
Masker sekali pakai dan dampak lingkungannya
Empat tahun berlalu dari Covid 19, orang-orang masih tampak nyaman dengan masker sekali pakai. Harganya yang murah dan desainnya yang simple barangkali menjadi alasan.
Di marketplace, harga satu kotak masker bedah disposable isi 50 pcs dibandrol 10-50 ribu. Begitu pun dengan masker duckbill disposable yang dijual dengan harga 20 - 60 ribu.
Di Jakarta, masker sekali pakai masih jadi primadona. Para pekerja, warga Commuter Line, juga teman-teman saya di kantor, masih setia dengan masker sekali pakai. Saya pun salah satunya.
Namun masalah sampah dari masker sekali pakai tidak bisa saya pandang sebelah mata.
Plastik Polipropilen (PP) yang menjadi bahan dasar dari masker sekali pakai membuatnya sulit terurai. Akhirnya sampah masker terus menumpuk di TPST dan butuh waktu 450 tahun untuk terurai.
Penumpukan sampah menghasilkan gas metana yang membuat bumi semakin panas. Selain itu, hasil penguraian plastik juga menjadi mikroplastik yang tanpa kita sadari terhirup ke tubuh dan menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, pembengkakan usus, dan menggangu sistem pernafasan.
Dengan berbagai komplikasi tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke masker kain.
Tips Memakai dan Merawat Masker Kain
Saya membeli masker kain di online marketplace. Harganya ternyata juga cukup beragam, mulai dari 3 ribu hingga 35 ribu. Desainnya pun unik dengan bahan dan corak yang beragam.
Saya warna pastel dengan bahan kain linen karena terlihat elegan dan menutupi area wajah dengan sempurna.
Permasalahannya satu, tebal! Ya, rata-rata masker kain memiliki bahan yang lebih tebal dibanding dengan masker sekali pakai. Hal ini terkadang membuat saya merasa pengap, apalagi di ruangan terbatas dengan banyak orang.
Namun, solusinya ternyata sederhana. Cukup tambahkan minyak kayu putih dalam masker kain dan napas saya menjadi lega. Setelah seminggu pemakaian, saya pun mulai terbiasa. Bahkan untuk berkendara dengan motor, kini saya lebih nyaman dengan masker kain karena bisa menangkal debu dan kotoran yang lebih besar.
Keuntungan lainnya tentu tahan lama. Masker kain bisa kamu pakai hingga 5-10 tahun atau sampai rusak.
Untuk membuatnya tetap efektif menangkal virus dan kottoran, kamu perlu mengikuti panduan mencuci masker kain yang benar seperti yang disampaikan Siloam Hospitals:
1. Rendam masker kain dalam air hangat dan deterjen
2. Setelah 10 menit, kucek masker dengan lembut
3. Bilas masker dengan air mengalir hingga bersih
4. Keringkan di bawah sinar matahari langsung
5. Setrika masker dengan panas sesuai tipe bahan
6. Simpan di tempat bersih dan siap dipakai kembali
Menyelamatkan bumi dimulai dari diri sendiri
Kembali ke masker kain adalah sebuah langkah kecil yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan bumi. Bukan hal besar, memang.
Namun saya harap hal ini bisa membuat kamu turut melakukan langkah kecil lainnya agar berdampak besar bagi bumi, seperti tagline ulang tahun Kompasiana ke 16, "Mulai Memberi Dampak."
Oh ya, selamat ulang tahu, Kompasiana :)
--
Tutut Setyorinie,
11 Oktober 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H