Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Sedang belajar mengompos, yuk bareng!

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Merayakan Satu Tahun Perjalanan Bersama Kartu Pos

16 Februari 2022   16:01 Diperbarui: 16 Februari 2022   22:26 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kartu pos adalah petromaks yang terlupa. Di tengah gemerlap lampu kota, ia mencoba menyala.

Tidak pernah terbayang di benak saya sebelumnya untuk mengirim surat-surat pendek melalui pos. 

Di era modern seperti ini, email dan whatsapp rasanya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan berkirim pesan. 

Namun ada rasa penasaran menggelitik, ketika sebuah artikel tentang kartu pos yang ditulis Mba Novi Setyowati di Kompasiana, melintas di beranda saya. 

Postcrossing, begitu namanya.

Sebuah website yang mewadahi pertukaran kartu pos dari berbagai penjuru dunia. 

Uniknya, kamu tidak perlu mengenal terlebih dulu dengan si calon penerima kartu. Hal ini dikarenakan Postcrossing memfasilitasi pengiriman dan penerimaan secara acak dengan sesama anggota.

Postcrossing | sumber: www.postcrossing.com
Postcrossing | sumber: www.postcrossing.com

Perjalanan saya bersama Postcrossing tidak bisa dibilang lancar-lancar saja. 

Pada masa pedekate alias penjajakan pertama, saya hampir batal mengirim kartu pos karena disuguhi tarif 20 ribu untuk pengiriman ke Amerika. Padahal dalam lampiran Permen Kominfo No. 29 th 2013, tarif prangko ke Amerika hanya sebesar 8 ribu. Saya yang saat itu sudah terlanjur check out 3 alamat, terpaksa menelan ludah.

Rp 60.000? Lebih baik beli bakso 6 mangkok! 

Sekitar satu minggu, 3 kartu pos tersebut saya biarkan mengeram di rumah. Hingga pada suatu ketika saya melihat postingan Instastory teman yang juga sedang menjejak Postcrossing.

Setelah curhat panjang lebar terkait pengalaman 'dibohongi' tarif prangko, teman saya akhirnya menyarankan untuk membawa print-out peraturan sebagai bahan perdebatan. 

Saya pun menuruti, dengan catatan: ogah kembali ke kantor pos yang sama. Saya menjatuhkan pilihan pada kantor pos kota yang berjarak setengah jam perjalanan dari rumah.

Print-out di tangan, saya sudah bersiap mental jika kembali bertemu petugas yang keukeuh menyebut tarif di atas standar. 

Beruntungnya, kali ini petugas pos tidak begitu keras kepala. Meski sempat menyebut angka 14 ribu, ia akhirnya bersedia untuk mencari info terkait tarif prangko terbaru. Dan terjawab, bahwa tarif prangko ke Amerika yang benar adalah 8 ribu. 

AHH, saya tersenyum lega.

Kartu pos pertama saya yang sampai pada Mbak Emily di Winconsin US | Sumber: dokumentasi pribadi
Kartu pos pertama saya yang sampai pada Mbak Emily di Winconsin US | Sumber: dokumentasi pribadi

Setelah berhasil mengirim, kedongkolan saya kembali muncul akibat lama pengiriman kartu pos yang setelah sebulan tidak ada titik terang.

Saya mencari info terkait pengiriman dan menemukan bahwa kiriman pos bisa saja nyasar atau hilang karena tidak terdeteksi di sistem Pos Indonesia. 

Tidak ada yang bisa saya lakukan selain memasrahkan pengiriman pada petugas pos setempat. Hingga pada 8 April'21, denting notifikasi Postcrossing berbunyi.

Ya, kartu pos pertama yang saya tulis akhirnya sampai dengan selamat ke tangan Mbak Emily di Winconsin, USA. 

Segala kekesalan terkait tarif prangko, maupun kedongkolan menunggu kabar sampainya kartu pos, seakan lumer setelah membaca balasan Mbak Emily yang super touching dan heartwarming.

"Sometimes they can have long travel times, but you can't give up hope. I sent one that took 364 days to reach its destination, so you never know!" Tulis Mbak Emily.

Pencapaian Postcrossing selama satu tahun | sumber: Tangkapan layar pribadi
Pencapaian Postcrossing selama satu tahun | sumber: Tangkapan layar pribadi

Saya akhirnya menyadari, bahwa di situlah letak keseruan berpostcrossing. Kamu tidak bisa menebak kapan suratmu tiba, begitu juga dengan kartu pos yang akan kamu terima secara tiba-tiba.

Balasan Mbak Emily membuat saya tidak ragu untuk kembali ke kartu pos, dan menyerahkan kartu-kartu berprangko. 

Ajaibnya, kini mereka tidak lagi berkomentar mengenai tarif. Kartu yang saya serahkan, langsung diterima begitu saja. 

Saya jadi flasback ke kejadian beberapa bulan lalu dan bertanya-tanya, apa mungkin seharusnya dulu saya acting like pro tanpa banyak bertanya, sehingga tidak 'dikerjai' . Xixixi

Tidak terasa, bulan Februari kembali menyapa. Kini tepat satu tahun ketika saya berjumpa Postcrossing dan mengirim kartu pos untuk pertama kalinya.

Selama satu tahun, tercatat ada 20 kartu yang 'berhasil' saya kirim, dengan rekor pengiriman terlama ke China 3.311 KM dalam waktu 157 hari, dan Taiwan 3.768 KM dalam waktu 150 hari alias 5 bulan! 

Banyak yang berpendapat, bahwa lambannya pengiriman kartu pos semakin parah sejak Korona menyerang. 

Hingga saat ini, Postcrossing bahkan tidak membuka gerbang pengiriman kartu dari Indonesia menuju negara-negara Eropa.

Daftar negara penerimaan kartu pos | sumber: Tangkapan layar pribadi
Daftar negara penerimaan kartu pos | sumber: Tangkapan layar pribadi

Sebaliknya, arus masuk kiriman pos dari Eropa menuju Indonesia masih berjalan lancar. 

Saya sendiri banyak mendapat kartu-kartu dari Eropa, seperti Jerman (terbanyak), Portugal, Belanda, Republik Ceko, Finlandia, hingga Belarussia.

Senang sekali rasanya mendapat ucapan "Hello Tutut" dari negara-negara jauh, yang baru dapat saya lihat dari peta.

Beberapa mengabarkan tentang cuaca: musim panas yang berakhir, daun-daun menguning, dingin salju yang menggigit kulit.

Ada juga yang merekomendasikan buku favorit, bercerita tentang hewan peliharan, bahkan berbagi pengalaman setelah dipatok ayam.

Meet-up Komunitas Postcrossing Indonesia, 12 Des 2021. Sumber: dokumentasi pribadi
Meet-up Komunitas Postcrossing Indonesia, 12 Des 2021. Sumber: dokumentasi pribadi

Bukan hanya di dunia maya, Postcrossing juga mempertemukan saya dengan orang-orang di dunia nyata melalui Komunitas Postcrossing Indonesia (KPI).

Berawal dari mencari info tentang pengiriman pos di Grup Facebook, saya akhirnya ketagihan bercengkrama dengan para anggota KPI.

Mereka ternyata sangat welcome, juga sabar menjawab pertanyaan remeh-temeh seorang newbie, seperti saya. 

Banyak kegiatan yang diadakan oleh komunitas tersebut, salah satunya acara meet-up yang biasa dibersamai dengan bazar kartu pos dan perintilan pos lainnya.

Saya pun akhirnya tergiur, dan memutuskan hadir untuk pertama kali di acara meet-up KPI pada 12 Desember lalu di Kantor Pos Lapangan Banteng, Jakarta.

Suasana akrab langsung terasa di tengah acara. Saya berkenalan dengan teman duduk sebelahan, Mba Celin, yang ternyata telah mengoleksi prangko sejak umur 4 tahun. 

Antara takjub dan malu, saya menyungging senyum. Di umur segitu, mungkin saya masih mengoleksi kelereng dan kartu gambaran alih-alih benda pos.

Namun seperti kata pepatah, bukankah tidak ada kata terlambat untuk mulai berkenalan?

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

-

Tutut Setyorinie,

16 Februari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun