Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Surealisme dalam Seni dan Sastra

6 Desember 2020   14:36 Diperbarui: 9 Desember 2020   22:41 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cala Ibi karya Nukila Amal | ilustrasi: dok. Gramedia

Alka mencubit lengannya sendiri. Sakit, tapi rambutnya masih biru. “Mungkin ini bukan mimpi,” pikirnya. Ini pertama kalinya Alka ketakutan mendengar pikirannya sendiri. Alka mencuci rambut birunya di wastafel. Rambutnya tetap biru, dan air yang mengalir dari keran tetap transparan. -Alka, 2016.

Alka mengisahkan seorang gadis yang terbangun dengan rambut bewarna biru. Naasnya ia tinggal di sebuah kota dimana orang-orang sangat membenci warna biru. Alka berusaha mencuci dan memberikannya sampo, namun sayang rambutnya tetap biru. Seperti pembawa virus, Alka kemudian dikucilkan oleh teman dan keluarganya. 

Masuk akal? Tentu saja tidak. Mana ada masyarakat yang membenci suatu warna, bahkan menganggapnya beracun.

Namun jika kita telaah lebih dalam lagi, cerpen Alka sebenarnya merupakan sindiran bagi para pelaku diskriminasi. Sudah berapa banyak kasus warga kulit hitam yang ditindas dalam wilayah yang dominan berkulit putih? Atau mereka yang dikucilkan hanya karena perbedaan keyakinan?

Seperti Alka, mereka yang berbeda selalu dianggap seperti racun sehingga harus dijauhkan. 

Inilah uniknya cerita surealis. Meski bertentangan dengan akal sehat, surealisme harus mampu menghadirkan sisi realistis dalam cerita. Karena disini titik perbedaaan antara surealisme dan fantasi.

Setelah bermandikan rasa penasaran yang cukup lama, saya akhirnya memberanikan diri menulis cerita surealis. Pada Suatu Pagi Ketika Dunia Menghilang adalah salah satu hasil percobaan saya dalam sastra surealisme. 

Saya menggunakan penggabungan sisi realitas dunia dari orang dewasa dan penggambaran fantasi dunia melalui anak kecil.

Tapi ibu tetap bilang, jangan percaya pada dunia. Namun bagaimana saya bisa percaya, jika dunia saja tidak pernah berbicara. Pada saya, setidaknya. Dunia lebih sering diam. Saya pernah melihatnya menangis, marah, dan tertawa, namun lebih sering ia termenung sendirian. -Pada Suatu Pagi Ketika Dunia Menghilang, 2020.

Menulis surealisme ternyata menyenangkan, sekaligus memusingkan. Ya, kamu bisa berkreasi dengan menerobos batas-batas logika. Namun di sisi lain, kamu juga perlu memikirkan agar efek realitas dari cerita tersebut tetap ada. Karena jika tidak, cerita tersebut akan jatuh ke dalam dunia kemustahilan alias fantasi.

Cala Ibi karya Nukila Amal | ilustrasi: dok. Gramedia
Cala Ibi karya Nukila Amal | ilustrasi: dok. Gramedia
Jika kamu ingin tenggelam lebih dalam karya surealisme, kamu mungkin bisa membaca salah satu buku besutan Nukila Amal, berjudul Cala Ibi. Buku yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan Italia ini digadang-gadang sebagai puncak surealisme sekaligus karya sastra Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun