Seperti pada puisi "Sajak Balsem untuk Gus Mus", ketika Jokpin menyentil orang-orang yang hidupnya terlalu kenceng dan serius.
Dikit-dikit marah dan ngambek.
Dikit-dikit senggol bacok.
Hati kagak ada rendahnya.
Kepala kagak ada ademnya.
Menang umuk, kalah ngamuk. -Sajak Balsem untuk Gus Mus (Joko Pinurbo, 2016)
Gaya bahasa yang sederhana, jenaka, namun tepat menghujam di relung dada, tampak sudah menjadi ciri dalam puisi-puisi Jokpin. Saking sederhananya, kamu bahkan tidak perlu menjadi ahli bahasa Indonesia, atau ahli perpuisian untuk memahami maknanya.
Cukup baca dan renungi, puisi Kapan Lagi akan membawamu menuju realitas yang tanpa sadar sering kamu alami.
Hidup yang longgar ini kadang terasa sumpek juga.
Baju yang sebelumnya waras-waras saja
mendadak terasa sesak di bagian ketiak.
Celana yang sampai kemarin nyaman-nyaman saja
tiba-tiba terasa melintir di bagian paha.
Tadi malam kau pulang dari salon dengan gembira,
sekarang kau malu dengan potongan rambutmu. -Kapan Lagi (Joko Pinurbo, 2016)
Membaca Buku Latihan Tidur seperti membaca kejadian yang tampak nyata di depan mata. Hanya saja kejadian itu berupa bayangan yang keluar dari cerobong asap dalam baris-baris puisi Jokpin.
Alih-alih membuat tidur, Buku Latihan Tidur justru akan membuatmu terjaga dan tersenyum.
Sebelum menutup tulisan ini, izinkan saya untuk memberikan salam takzim untuk Jokpin. Semoga kita dapat bertemu di bait puisi. Mungkin sambil menyesap kopi, atau makan rengginang dari kaleng Khong Guan.
Tertanda,
penggemarmu.
Tutut Setyorinie, 25/10/2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H