Lis mengangguk. Komidi putar juga merupakan wahana pilihan kami ketika berkunjung ke pasar malam. Aku menyukai saat rambut Lis berkibaran karena angin, saat pipinya memerah karena terlalu banyak tertawa, dan saat ia menutup mata ketika kuda-kuda itu mulai berpacu cepat.
Dan di atas komidi putar itu, di bawah rinai hujan, di tengah pasar malam, di antara tawar menawar para pedagang, di pertengahan bulan desember, dan dalam alunan lagu naif – karena kamu cuma satu, aku berteriak hingga semua orang berhenti dari aktivitasnya dan menoleh padaku:
“LIS, AKU BERJANJI UNTUK MENJADI PEGASUS-MU, ORION-MU YANG TAK TERKALAHKAN, DAN HERCULES-MU YANG HEBAT. AKU AKAN MEMBONCENGIMU DENGAN MOTOR, MENGAJAKMU KE PASAR MALAM SETIAP MALAM MINGGU, DAN MEMBELIKANMU BAJU BARU.”
Rona wajah Lis kini hampir tak ada beda dengan buah delima. Sialnya kami diusir dari komidi putar karena membuat keributan. Namun sejak saat itu, Lis tersenyum dua kali lebih manis ketika naik ke boncengan sepedaku. Dan aku berjanji untuk berkali-kali lipat lebih giat bekerja untuk menyicil sebuah motor baru untuk mengajak Lis naik komidi putar di malam minggu.
4 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H