Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bunga Musim Dingin

8 Maret 2017   15:56 Diperbarui: 24 Maret 2017   22:00 1611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis itu mengangguk dan membuat gerakan seperti silakan lanjutkan dalam diam.

“Alam berpendapat bahwa hanya dia yang berhak menentukan siapa saja yang dapat bertahan dan yang tidak. Votingpun dimulai. Seisi alam semesta diminta memihak ke salah satunya, garis si takdir atau hukum sang alam.”

“Singkat kata, takdir akhirnya menang. Bisa dikatakan ia menang telak dari alam. 99,80% suara memihak padanya. Alam tak pernah tahu, bahwa takdir telah mengatur segalanya supaya terjadi persis dengan apa yang ia harapkan. Dan takdir juga tak pernah tahu, bahwa alam telah memberikan sihirnya kepada satu bunga yang lahir di musim dingin dan bertahan di antara gempuran salju dan badai.”

Gadis itu menggerakan tangan; berhenti; menyela lagi. “Jangan bilang padaku bahwa nama bunga itu adalah Fleur Lemerence, karena itu benar-benar ending yang klasik.”

“Bukan.” Lelaki itu giliran tersenyum. “Bunga itu akhirnya ditemukan oleh sang takdir dan dibinasakan.”

“APAAA?” Dua cangkir machiatto yang tergeletak di meja bertumpahan ke segala arah. Lirikan kejam dan sinis mendadak menghujam penghuni meja nomor dua belas. “Kau mengubah endingnya,” simpul gadis itu dengan suara yang diperkecil.

“Tidak.”

“Ya, kau mengubahnya. Tak ada cerita dongeng yang berakhir tragis seperti itu.” Gadis berambut pirang itu kembali terhenyak duduk di kursinya. Kopi yang bertumpahan itu telah diabaikan. Kini mata hitamnya ikut menembus kapas putih yang belum juga selesai turun. “Happily ever after, bukankah mereka selalu begitu?”

Lelaki itu menggelengkan kepala. “Kalau begitu kau belum pernah mendengar bahwa mata ibu tiri Cinderella dipatuk burung elang hingga buta, atau si sleeping beauty yang dihamili pangeran dan melahirkan saat tertidur lalu bayinya yang lapar menghisap jari ibunya hingga jarum itu terlepas dan ia terbangun?” Ia tersenyum puas. “Bahkan dongeng yang happily ever after pun mempunyai kisah tragis sebelumnya.”

Gadis itu tampak tercengang, matanya yang sedari tadi terpaku pada butir-butir salju mendadak terhempas ke tanah. “Lantas apa kau mau memberitahuku siapa bunga musim dingin itu?”

“Ia ditemukan sang takdir dan dibinasakan.” Lelaki itu menyeruput kopinya dalam sekali napas. “Namun sebelum itu, ia memohon pada sang alam untuk menumbuhkan seribu bunga di musim dingin setelah kematiannya.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun