Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Warga Bekasi. Bermukim dekat TPST Bantar Gebang. Sedang belajar mengurangi sampah dengan 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒐𝒎𝒑𝒐𝒔 dan 𝒅𝒊𝒆𝒕 𝒑𝒍𝒂𝒔𝒕𝒊𝒌. Yuk, bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Di Sebuah Toko Baju

16 Januari 2017   20:42 Diperbarui: 18 Januari 2017   00:39 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau tersenyum. Lalu mempersilakannya duduk. Dan diayang kubenci mulai mengajakmu berbincang. Mula-mula dia menanyakan kabarmu lalu keadaan keluargamu. Lalu dia mengusik hobimu, kebiasaanmu di waktu luang, dan berakhir dengan kegiatanmu di akhir pekan. Aku tahu semua basa-basi ini akan menjurus ke arah mana. Namun sayang, aku tak mungkin mencegahnya. Dan terjadilah. Permintaan yang tak kusangka akan membuat matamu dua kali lebih berbinar dan senyum dibibirmu dua kali lebih lebar—permintaan untuk berkencan.

Tiga jam setelahnya.

Kau mulai sibuk melayani pelanggan, sedangkan dia sibuk memerhatikan. Satu dua kali dia berinisiatif membantu. Di lain waktu dia lebih sering mengajakmu bercerita—tentang kehidupanmu, rutinitasmu, dan segala daftar keinginanmu. Mungkin, besok atau lusa, dia akan datang kembali sembari membawa bingkisan lain yang kau idam-idamkan.

Semenjak dia rutin datang kemari, aku seringkali mengutuki jati diriku sebagai laki-laki. Jika saja aku dilahirkan menjadi seorang wanita. Mungkin aku tak perlu tersiksa ketika melihatmu berjalan bersamanya. Mungkin aku bisa menjadi teman curhatmu yang mengeluhkan banyak hal tentang seorang pria. Mungkin kita bisa menghabiskan waktu dengan bercanda, saling mendengarkan cerita dan menghibur sesama.

Namun garis takdir melahirkanku sebagai seorang lelaki. Menjadi kodratku untuk menyukai dan mencintai seorang gadis sepertimu. Kodratku juga untuk membuat obrolan manis serta menghadiahkan setangkai mawar untukmu.

Namun ketika dia datang dari balik pintu. Kau tahu, semua garis takdir ini menjadi tak berarti lagi bagiku.

Satu jam terakhir.

Awan putih yang menggantung di angkasa mulai diselimuti jingga. Kau memeriksa sekali lagi dengan seksama. Etalase. Jendela. Lemari. Rak-rak baju. Hingga akhirnya kau memutuskan untuk mengunci pintu dan pulang bersamanya.

Aku?

Aku tetap di sini. Membeku. Meragakan baju.

Ingin sekali aku mengejarmu. Sambil membawakan setangkai mawar atau coklat beku.  Namun sekali lagi, aku tak mampu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun