Dan gadis kecil itu akhirnya berhenti. Ia menoleh ke belakang dan menemukanku yang membututinya diam-diam. Namun ia tak terkejut. Reaksinya seperti ia hanya melihat sebuah bayangan yang berkelebat. Mungkinkah aku ini kasat mata?
Gadis kecil itu lalu meneruskan langkahnya. Ia membawa setumpuk bukunya dengan agak kesusahan sehingga berjalan timpang. Ia lalu berpapasan dengan seseorang, dan berhenti sejenak. Aku ikut mengamati.
Seorang kakek renta yang tulus, memberinya jalan. Kutatap mata kakek renta itu. Astaga sudah sangat redup. Mungkin tinggal menghitung hari ketika ajal membawanya pergi. Dan gadis kecil itu juga bereaksi sama denganku. Ia terlihat pilu dan dengan segera menjatuhkan semua bukunya dan memeluk kakek itu. Apa ia juga bisa melihat? Apa ia juga mempunyai bakat? Tiba-tiba hatiku dipenuhi harap.
***
Rasanya seperti menemukan solusi dari sebuah masalah, aku begitu gembira menemukannya. Ya, si gadis kecil itu.
Karena tadi hari sudah agak malam, aku lalu beranjak pulang. Besok, aku berjanji akan mencarinya lagi dan mengajak berkenalan bila mungkin. Kupikir kita bisa berbagi beban. Kupikir kita akan saling menenangkan. Kupikir kita akan menjadi teman.
Tapi setelah berkeliling di tempat yang sama, aku tak menemukannya. Kemana ia?
Aku kembali mencarinya. Dari tempat awal bertemu hingga ke tempat berpisah. Sampai tak sadar bahwa senja telah tenggelam oleh malam. Aku menyerah.
Aku pulang. Tapi tidak ke rumah. Aku ingin mengunjungi ibu dan ayahku. Bukankah rumah adalah tempat dimana ibu dan ayahmu berada? Hanya mereka yang mau kubagi beban. Hanya mereka seorang teman.
Pemakaman itu masih sama seperti yang terakhir kali kuingat. Kamboja menyeruak di tengah-tengahnya.
Kupandangi makam ibu dan ayah yang bersebelahan. Baru kusadari bahwa mereka sangat kurindukan. Aku terjatuh. Menangis dalam diam. Menunggu kematian datang dan mengantarku kembali kepada peluk hangat mereka.