Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Sedang belajar mengompos, yuk bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jawaban Sebuah Penantian

5 September 2016   17:11 Diperbarui: 1 April 2017   08:57 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tahukah kau Na, apa persamaanmu dengan bunga flamboyan?” tanyaku sambil ikut memandang flamboyan yang kini berkelip sendu mengikuti arah angin yang sedang bertiup.

Dia menggeleng. Matanya terpaku pada flamboyan merah yang baru kuncup malu-malu.

“Kamu dan flamboyan sama-sama memukauku.”

Kali ini dia benar-benar memandangku. Matanya mengedip penuh bujuk rayu. Dan wajahnya mendadak berubah merah semu. “Ah, gombal…”

Dia lalu memamerkan senyum lugu. Senyum yang ia tahu akan meluluhkan semua pertahananku. Aku lalu mengacak rambutnya. “Kau tahu, aku payah sekali dalam menggombal, Na. Aku hanya bisa mengatakan fakta.”

Aku kemudian bangkit berdiri. Lalu kupetik flamboyan putih yang baru kuncup tadi—kuselipkan ke telinga Hasna. Kemudian mengamit tangannya. “Besok di tempat dan jam yang sama?”

Hasna mengangguk. Lalu kami berlalu meninggalkan taman yang mengedip ramah menyambut senja.

***

Keesokan harinya aku menunggu Hasna di tempat biasa—di depan gang yang menuju ke rumah tingkat berkanopi birunya. Dari dulu Hasna tak memperbolehkanku untuk menjemput langsung ke rumahnya. Ia takut aku akan bertemusi Abah yang katanya terlalu konservatif terhadap anaknya. Aku hanya mengiyakan, walaupun batinku tak henti bergejolak.

Tapi sudah satu jam Hasna tak kunjung datang. Ia tak pernah terlambat seperti ini sebelumnya. Apa dia lupa? Atau mendadak tidak bisa? Aku mulai bergulat dengan batinku. Apa aku harus mengunjungi rumahnya dan bertemu si Abah atau aku menunggu di sini saja sambil berharap ia ingat?

Satu jam, setengah. Hatiku mulai gundah. Mataku juga memerah karena sedari tadi menahan kedip kalau-kalau Hasna keluar rumah. Tapi sampai saat ini tak juga kutemu derap langkahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun