Tapi yang tidak kau katakan kepadaku--atau jangan-jangan sengaja tak pernah kau ceritakan maksud yang sejujurnya?--segala yang datang itu adalah ketidakpastian, bisa berupa kejutan juga. Atau guncangan. Dan kematian mendadak!
Di suatu pagi yang terang, kamu tergeletak begitu saja dengan hidung melelehkan darah kental. Semua orang sibuk mencari penjelasan. Tapi untuk apa semua itu? Tidak ada gunanya.Â
Kematian yang tenang sekalipun, tidak akan membuatku mengulangi hari kemarin.Â
Bukan karena untuk merayakannya--kau bakal mengutuk ilusi nostalgia yang seperti ini--tapi karena aku yang utuh hanya mungkin karena kamu yang satu--ah ini juga kata-kata yang kini terasa angkuh.Â
Terlalu remuk terhempas seperti ini, manakala semua dirampas kematian.
***
Di hari ke-2190 atau setahun sesudah kamu tiada, kekosongan itu tidak pernah berhenti menyala, kalau bukan sedang membakar segala. Tak cuma mengalami kehilangan angan, kemunduran ingin, aku bahkan hidup melayang-layang, tak ada pijakan.Â
Seperti seseorang yang mabuk namun harus berjaga sendiri saja, seolah-olah masih ada hal penting yang harus ia lindungi.Â
Malang sekali, bahkan menyelamatkan diri sendiri saja, aku setolol seekor tikus di depan perangkap berisi ikan asin. Tidak boleh lagi.Â
Aku harus memperbarui komitmen, tak ada kemungkinan lain yang bisa membuat masa depan tak semengerikan hari-hari sesudah yang pernah tumbuh mendadak mati.Â
*** Â