Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sepak Bola dan Emosi Bangsa Pascakolonial

11 September 2024   12:05 Diperbarui: 12 September 2024   11:42 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang masih sama, Jay Idzes, dkk tetap solid dalam bertahan. Disempurnakan refleks dan ketenangan Maarten Paes yang berkelas. Pendek kata Indonesia masih selamat dengan sepak bola yang bikin fansnya merapal doa selamat sepanjang dua babak.

Imbang. Indonesia kini punya poin 2 dan berada di peringkat tiga grup, di bawah Jepang dan Arab Saudi--bukan hasil yang buruk, tentu saja. Shin Tae Yong juga bilang, berada peringkat tiga grup adalah target yang lebih realistis, sekalipun berat.

Selain itu, justifikasi bahwa kita tak boleh kecewa dengan cara bermain timnas adalah perkara kesenjangan peringkat di FIFA. 

Kita--kamu, aku, beserta semua yang merinding ketika lagu Tanah Air dinyanyikan bareng-bareng--dengan 280 juta penduduk ini, berada di 133. Sedang Australia dengan 27 juta jiwa alias cuma setengahnya penduduk Jawa Barat di peringat 24 dunia. 

Jadi, memaksa imbang itu sudah hasil yang luar biasa. Kita tetap harus bangga dengan apa yang sudah ditampilkan.

Sesudah Sepak Bola Dua Babak. Dimulai sebagai kebiasaan baru, tapi rasa-rasanya lebih sebagai penghormatan. 

Para pemain dan staf kepelatihan berikut tim medis akan berdiri di lingkaran tengah lapangan. Lalu para fans menyalakan layar gadget, kemudian menyanyikan Tanah Air ciptaan Ibu Sud. 

Tak ada lagi suara yang lain, selain lantunan lirik berikut ini: 

Tanah Airku, tidak kulupakan,
Kan terkenang, selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh,
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau, kuhargai

Membaca barisan lirik di atas, kita tidak dihinggapi kesan yang sama, apalagi tunggal. Kesan kita ditentukan subyektivas masing-masing. Jadi, kedalaman atau keluasan maknanya begitu kaya sebagai sesama anak negeri.

Saya, misalnya. Merasa (dan semoga selalu) disadarkan bahwasanya tanah air adalah ihwal yang abadi dan setara bagi semua. Ia bukan saja ingatan akan atau cinta kepada sesuatu yang kuat. Ia bisa jadi adalah hidup itu sendiri, dengan segala ragam rasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun