Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Milan: Baru Juga Mulai, Sudah Krisis Aja!

25 Agustus 2024   17:44 Diperbarui: 25 Agustus 2024   18:23 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paulo Fonseca, pelatih anyar AC Milan | Football Italia

Tadi malam atau sore hari waktu Italia, AC Milan dipaksa keok di stadion Ennio Tradini, markas Parma. Skornya tipis, 2:1. 

Parma yang kembali ke Serie A dengan nama-nama yang nyaris tak dikenal, bahkan dibandingkan dengan skuad yang membela Como. Kecuali sang pelatih Fabio Pecchia--mantan pemain tengah Juventus. 

Hasil ini menambah greget galau Milinisti, yang sejak awal tak menaruh cukup percaya pilihan manajemen kepada suksesor Stefano Pioli. Dua media berpengaruh di Italia La Gazzetta dello Sport dan Il Corriere dello Sport sampai memberi rating 4/10 untuk Paulo Fonseca. Sementara Tuttosport memberinya rating 5/10 seusai melawat ke Parma.

Pemicunya adalah di partai pembuka Serie A musim 2024/2025 minggu kemarin, Rafael Leao, dkk sudah ditahan imbang Torino. Tim asuhan pelatih asal Portugal ini baru bisa membalas 2 gol di penghujung babak kedua. Sebaliknya, Torino memberi tekanan yang cukup seimbang. 

Hasil kurang maksimal ini membuat performa gokil pramusim AC Milan seperti pertandingan amal belaka. 

Dalam laga pramusim di Amerika Serikat, Man City dan Real Madrid berhasil dikalahkan, termasuk Barcelona. Performa yang berbeda 180 derajat dengan yang dilakoni Juventus. 

Bagi harian Il Corriere dello Sport, yang sedang terjadi di AC Milan jauh lebih parah dari sekadar laga pembuka. 

Mereka menulis begini. Kita berharap melihat Milan yang berbeda dari era Pioli. Faktanya, ini bahkan lebih buruk. Tidak ada fase bertahan dan kurangnya ide dalam menyerang. Satu poin dalam dua pertandingan. Mereka tengah berada dalam krisis.

Era Baru, Keterpurukan Lama? Sabar, Berikan Waktu, Seperti Pesan Arrigho Sacchi.

Sebelum Serie A resmi dimulai, mengutip media Italia, kita bisa menyebut Milan sedang memulai era yang baru sesudah rezim Stefano Pioli. Sebagaimana Juventus sesudah rezim Massimiliano Allegri. 

Situasi yang semacam ini tak terjadi di Napoli, sejak ditinggal pergi Luciano Spaletti. Napoli sudah gonta ganti pelatih 3 kali sejak 2023 hingga akhirnya Conte. Dan Napoli tidak pernah kemana-mana lagi, bolak-balik berebut jatah The Big Four saja mereka ngos-ngosan. 

Pembukaan yang buruk bagi Milan--andai nanti menjadi 5 atau 6 pertandingan awal dengan kekalahan--segera saja menimbulkan isyarat awal dan spekulasi jika tim semacam ini tak bakalan banyak berbuat di sepanjang musim. 

Atau sekedar mengkonfrimasi tudingan Il Corriere dello Sport jika sejak awal tim ini sedang mengelola krisis.

Ini sama bermakna bahwa transisi era baru sedang berada di jalur yang salah sekaligus mengkonfirmasi penolakan fans. Saat yang bersamaan, pada dasarnya, sedang meragukan optimisme Zlatan Ibrahimovic, sang penasihat senior.  

"Dia akan menjadi pelatih baru AC Milan, itu adalah pilihan yang bijaksana. Kami ingin Milan bisa memainkan sepak bola yang dominan. Kami mempelajari bagaimana dia melatih, bagaimana dia mempersiapkan pertandingan," terang Zlatan.  

Ah, yang benar saja kau. Ini Milan, bung! 

Walau begitu, Milanisti mungkin lebih bisa menerima saran Arrigo Sacchi. Bersabarlah dan beri waktu kepada Fonseca. 

Sikap Positif, Energi dan Hasrat Bertahan (dan Lupakanlah Mantan). Di Football Italia, Paulo Fonseca bilang jika kekalahan di markas Parma sulit dimengerti. Sebab, baginya, skuad Milan sudah bersiap dengan baik menghadapi laga tersebut.

Kekalahan ini (seolah) mengulang kesalahan yang sama ketika menghadapi Torino. 

Secara taktikal, Fonseca bilang, saat melawan Torino, Milan gagal melakukan presing yang tinggi. Manakala taktik sama dilakukan terhadap Parma, tim ini masih menemui masalah (yang sama).       

Seperti menegaskan instruksi melakukan presing tinggi tidak bekerja pada dua laga pembuka ini. Jadi, apa masalah sesungguhnya?

“Ketika seseorang bermain melalui tekanan kami, sulit untuk tetap kompak dan memulihkan posisi kami. Ketika kami kembali ke posisi semula, kami (malah) bersikap pasif. Ada banyak hal yang terjadi."

Kesimpulannya, "Bagi saya, ini adalah masalah sikap, energi, dan keinginan untuk bertahan sebagai sebuah tim."

Sepak bola adalah permainan kolektif, semua orang seharusnya terlibat dalam bertahan dan menyerang. Karena itu, kesediaan mengorbankan diri kedalam bertahan kolektif (Fonseca menyebutnya dengan sikap positif, energi dan hasrat untuk bertahan) adalah fundamentalnya. 

Dengan pendapat ini, kita bisa melihat salah satu problem AC Milan (dan selalu semua tim di masa adaptasi). Problem yang harus segera dibereskan itu bernama menemukan keseimbangan dalam menyerang dan bertahan. 

Keseimbangan semacam ini sangat menentukan kala mengelola filosofi sepak bola yang dominan, mendesak, menghibur dan menang. 

Mengira-ngira Tim Lain. Sementara itu, Juventus yang sedang gencar-gencarnya melakukan "revolusi internal" (dari perubahan manajemen, filosofi hingga perombakan komposisi skuad) tampaknya tengah berada di track yang semestinya.

Gaya yang agresif, presing yang solid, juga kombinasi harmonis skuad lama dan baru berhasil meyakinkan para fans di partai pembuka. Hasil 3:0 adalah bukti materialnya.

Pekan ini, tandang ke Verona adalah pengujian yang tepat. Verona berhasil membuat taktik Conte tak berfungsi. Napoli kalah telak 3:0. 

Napoli bukan gagal mengkreasi peluang atau mereka kehilangan sepakbola yang menyerang. Namun, gaya Conte yang biasanya sangat stabil dalam bertahan, belum terlihat di cara bermain mereka.

Sedangkan Inter Milan, sang juara bertahan, masih tampil sebagai kandidat yang solid. 

Mereka memang bermain imbang dengan Genoa namun kembali ke jalur kemenangan saat menghadapi Lecce. Agresifitas dalam menyerang masihlah menjadi ciri utama La Beneamata. 

Singkat kata, Serie A baru dimulai. Kita baru masuk kedalam gelanggang persaingan yang akan sengit.    

Tiga tim yang sengaja disandingkan di sini--AC Milan, Juventus dan Napoli--semata karena mewakili momentum transisi. 

Bukan saja dari aspek kepelatihan atau taktikal, mereka pun mengalami perubahan dalam susunan skuad dibanding AS Roma atau Lazio, jika yang dua ini bisa dianggap pesaing empat besar.

Karenanya menjadi menarik melihat laga-laga awal, setidaknya hingga November, untuk melihat apakah transisi mereka sedang berjalan pada jalur yang dibayangkan atau sebaliknya. 

Transisi yang membuat kompetisi akan selalu sengit hingga akhir dan pada ujungnya membuat wakil-wakil Italia di persaingan antar klub Eropa kembali dihormati.

Inilah yang membuat Serie A masih menarik di musim 2024/2025. Sebab itu jugalah, jangan duluan frustrasi Milan(isti)!    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun