Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

"Joki Strava" hingga Pertanyaan yang Tidak Selesai

9 Juli 2024   10:54 Diperbarui: 9 Juli 2024   16:15 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"btw aku buka joki strava yahh!! tapi yang lari sodaraku yang jago larii, price menyesuaikan pace, km dan dl yahh!! bisa dm akyuuu..,- @hahahiheho (sebagaimana diberitakan CNN Indonesia).
 

Begitu mengetahui ada tawaran "Joki Strava" untuk jiwa-jiwa yang berkebutuhan eksis berolahrga tapi tanpa merasakan tantangannya yang autentik, saya terpikir jika gejala ini hanyalah bentuk lanjutan dari apa yang sudah ada sebelumnya. 

Bentuk lanjutan itu bermakna jika tawaran seperti ini sama saja kondisi di masa awal pertumbuhan Twitter (kini X). 

Di Twitter dulu, misalnya, ada akun yang menawarkan jasa memperbanyak pengikut bersamaan. Jasa semacam ini bergandeng tangan dengan dengan kecenderungan produksi akun anonim; semacam peternakan pengikut (followers farm).

Tawaran ini, anehnya, memiliki ceruk pasarnya. Sebab itu, seharusnya bisa diperkirakan dari awal. Tapi, masalahnya tidak di sini, bukan? 

Masalah utamanya, rasa-rasanya, dari terbentuknya ceruk pasar yang berfungsi seolah lubang hitam (black hole) bagi jasa absurd di atas hanya dan hanya mungkin diakibatkan oleh psikologi massa yang dilahirkan oleh persilangan antara narsisus dan pemujaan kepalsuan di era sosial media.

Psikologi massa yang ajaib serupa ini memiliki daya hidup tambahan melalui teknologisasi yang mencampuradukan yang real dan yang non-real, sejenis hiperrealitas dalam bahasa kritikus Posmodern. 

Ujungnya, batas yang memisahkan sensasi dari esensi atau sebaliknya, akhirnya bakalan tunduk pada komodifikasi.

Kita bisa melihatnya pada konteks sederhana berikut. 

Bagi akun dengan pengikut bejibun yang real, status mereka naik level menjadi influencer. Jika di Instagram, maka ia menjadi selebgram: mereka yang mula-mula bukan pesohor industrial namun karena produksi konten berhasil menjaring pengikut gede. 

Pada level yang setingkat ini, eksis sebagai influencer atau selebgram, adalah kesempatan terbuka bagi komodifikasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun