Dalam konteks ini, negara bisa jadi adalah aktor teror yang tak tersentuh. Eksistensinya (selalu) berlindung pada jubah regulasi, birokrasi, atau normativitas yang seolah taken for granted. Ia adalah monster yang bisa memangsa siapa saja tanpa pernah bisa dihukum.Â
Sementara yang seperti Arok atau Bane menjadi penting justru karena kemarahannya menjelaskan sebuah potensionalitas. Dengan caranya, ia memberi catatan terhadap daya rusak sebuah rezim politik, ekonomi dan hukum.Â
Begitulah rasa=rasanya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!