Di Perkebunan Teh. Cianjur Selatan.
Saya masih ingin tertidur sedikit lebih lama dari biasa. Hawa dingin dan penginapan sederhana yang sepi membuat keinginan semacam ini tumbuh semakin besar.Â
Apalagi baru saja menyelesaikan perjalanan yang melelahkan dari Tangerang, kemudian melintasi kawasan puncak yang padat merayap sebelum tiba di sini.
Akan tetapi, sebuah tempat baru selalu memicu rasa ingin tahu. Selalu mengandung misteri.Â
Apa yang menjadi ciri ekologi utama di sini? Mengapa ia seperti ini? Apa yang membentuk kebudayaan ekonomi dan politik Desa-desa di wilayah Cianjur Selatan?
Jalan-jalan Pagi Sebagai Praktik Imajinasi Sosiologi. Dengan seorang kawan, saya memulai menelusuri rasa ingin tahu masing-masing.Â
Kami menelusurinya dengan mendaki sebuah bukit perkebunan teh yang masih rapi, hijau, juga udara dingin yang mengikuti lubang hidung. Dan, beberapa sampah dari bungkusan plastik yang berserak di pinggir jalan dan di bawah pohon teh.
Seorang ibu dengan kepala berkupluk berpapasan dan tersenyum. Dalam bahasa Sunda, ia bertanya. Kawan saya lantas menjelaskan, "Ditanya mau kemana."
Langkah kami terus mendaki, melintas di bawah sebuah tower telekomunikasi. Tak jauh di bawah sana, atap pemukiman mulai terlihat. Sebentar saja, kami sudah tiba di puncak bukit.
"Akhirnya bisa tiba di sini," sambil terkekeh saya bilang begitu. "Masih bagus ya," balas teman saya itu.Â