Kedua, Berlin tetap menjaga ide perampokan yang menciptakan kegegeran nasional, kalau bukan regional. Tanpa eskelasi ini, kriminalitas hanyalah perkara penjahat kere dan buta huruf.Â
Paris adalah lokasinya dengan obyek perhiasan milik para keluarga kaya paling berpengaruh di Eropa. Ada gagasan terhadap lapisan aristokrasi yang munafik di konteks ini, namun tak cukup banyak dielaborasi. Intinya aristokrasi adalah warisan dari sistem yang sakit, sebagaimana otoritarianisme.Â
Perhiasan itu ada di sebuah rumah lelang berpengaruh yang diotorisasi seorang pria yang hidupnya nyaris tanpa drama. Sedang sang istri adalah perempuan dengan hasrat yang masih meluap-luap. Istri itu bernama Camille.Â
Kamu boleh membayangkan daya pukau sosok ini seperti "Camelia" dalam lirik lagu Rhoma Irama.
Camelia, Camelia
Camelia, Camelia
Hidupmu, hidupku
Matimu juga kematianku
Ho-oh, sungguh takkan kubiarkan
Yang berani menjamahmu
'Kan kupertaruhkan jiwa ragaku
Ketiga, kisah Berlin, sebagai mana induk gagasannya, tetaplah cerita perampokan yang terorganisir, disiplin pada perencanaan yang logis.
Perampokan tersebut melibatkan rencana yang detil, sebuah maket (rumah kertas), diskusi terfokuskan dan pembagian peran spesifik serta mobilisasi tim kecil yang terukur.Â
Terdiri dari 6 tim, 4 orangnya adalah anak muda dengan keahlian. Serta yang tak boleh dihilangkan, setiap mereka memiliki riwayat luka batin yang tidak sederhana.Â
Ada Keila, perempuan ahli IT dengan kehidupan asmara yang culun. Damin, profesor filantropi, jenius perencana kepercayaan Berlin yang istrinya berselingkuh. Lalu Cameron, perempuan nekad dengan trauma patah hati yang membahayakan orang lain.Â