Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Serial Virgin River dan Janji Kebahagiaan Masyarakat Sekuler

31 Agustus 2023   10:41 Diperbarui: 1 September 2023   19:40 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virgin River adalah judul serial yang tayang di platform Netflix. Serial ini diadaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Robyn Carr, seorang penulis perempuan berkebangsaan Amerika. 

Virgin River pertama kali tayang pada 6 Desember 2019. Serial ini sudah memasuki musim yang keempat, yang tayang pada bulan Juli 2022 dan sedang bersiap menayangkan musim kelima.

Tentu saja, ada banyak sekali nama, karena itu juga karakter/tokoh, yang membentuk cerita dalam serial ini. Selain aktris Alexandra Breckenridge yang memerankan Melinda Monroe atau Mel, ada juga Martin Henderson yang memerankan karakter Jack Sheridan.

Kemudian ada sosok Annette O'Toole yang berperan sebagai Hope McCrea, wali kota Virgin River. Aktor kawakan Tim Matheson memerankan sosok dokter Vernon Mullins, sekaligus pasangan dari Hope. Beberapa nama yang lain sebaiknya diperiksa di laman Wikipedia saja.

Sejauh ini, Virgin River telah memproduksi 42 episode hingga musim ke empat. Jika setiap episode menghabiskan waktu sekitar satu jam maka saya telah melewati 42 jam untuknya. Walau jelas tidak memiliki refrensi yang cukup baik dalam membaca sebuah karya sinematik, menghabiskan 42 jam tetap saja sesuatu yang tidak biasa.

Berbeda dengan film yang sekali kelar ditonton, kita biasanya memutuskan bertahan karena penasaran dengan karya terbaru dari nama-nama yang kita kenal, entah sebagai sutradara atau pemeran utama. Sedangkan pada serial, kita tidak selalu bisa mulai dari ukuran yang sama.

Serial yang berjilid-jilid bisa bertahan jika memberi kita impresi pertama yang kuat, plot yang kaya, ketegangan yang tak terduga, karakter yang dinamis, struktur dialog yang dalam. Virgin River memenuhi semua syarat di atas dan tidak mengherankan jika ia terus diproduksi hingga musim kelima.

Wikipedia menyebut bahwa premis dari Virgin River adalah tentang seorang perempuan, seorang praktisi kesehatan, yang juga seorang janda ditinggal mati, karena itu memiliki kedukaan yang dalam dan memutuskan (mencoba) memulai hidup yang baru di Virgin River.

Namun, setelah kita memasukinya, kita segera tahu bahwa Melinda Monroe hanyalah "satu sudut pandang". Sudut pandang yang menuntun kita pada satu semesta kecil yang bergulat dalam hidup sehari-hari di Virgin River.

Masih ada sudut pandang Jack Sheridan, seorang veteran mariner yang terlibat dalam perang Amerika di Irak dan Afganistan. Dirinya dengan pergulatan melawan Post-traumatic Stress Disorder (PTSD).

Asmara keduanya segera saja mengingatkan pada ide klasik bahwa dua profesi---perawat dan tentara--ini adalah pasangan yang ideal sejak zaman perang.

Yang pertama jelas dimaksudkan sebagai simbol dari kelembutan dan ketabahan sedangkan yang kedua adalah keberanian dan patriotisme tanpa tanding. Dua latar yang seolah-olah memberi jaminan bagi kasih sayang abadi yang menginspirasi umat manusia sepanjang zaman.

Figur dua sosok ini memang berfungsi romantika kunci yang menggerakan drama Virgin River. 

Tetapi kita tidak lantas bisa menganggap sepi romantika pasangan sepuh seperti Dokter Vernon dan Hope adalah narasi yang juga kuat. Cinta mereka diselingi kisah perselingkuhan, rencana bercerai, kembali rujuk dan berusaha berjuang tetap bahagia di usia sepuh. 

Termasuk romantika milik Brady (sejawat Jack di marinir) dengan Brie (adik perempuan Jack, seorang pengacara yang hidup dengan trauma sebagai korban perkosaan). Atau pasang surut asmara muda mudi seperti Lizzie yang datang dari hedonisme ala Los Angeles dengan Ricky, pemuda kampung Virgin River yang lugu.

Tentu saja, segala bentuk romantika di atas tidaklah cukup jika mereka tidak berakar dalam dunia sosial yang dilukiskan lewat kehadiran masyarakat dengan sistem nilai yang mendukung. Apa yang romantis adalah yang sejatinya sosial, bukan individual.

Dalam konteks ruang hidup, Virgin River adalah sebuah penyangga kultural dan ekologi. Dia tidak semata memiliki lansekap sungai dan hutan yang indah. Sementara internet bekerja dengan lambat dan gosip berlangsung begitu cepat.

Orang-orang bukan tidak menggunakan MacBook dan iPhone (yang sangat Amerika). Akan tetapi hidup dengan ideologi kemajuan: serba cepat, terteknologisasi, konsumtif dan individualistik, bukanlah "motivasi untuk menjadi" di sini.

Orang-orang Virgin River memilih dan melestarikan hidup yang saling peduli dan berbagi, terutama kesukarelaan yang tinggi dalam meringankan penderitaan sesamanya. Sebab itu juga, di tempat seperti ini, manusia dibentuk oleh komitmen yang sungguh untuk merangkul sesamanya.

Spirit hidup yang seperti ini terpantul lewat, pertama, keberadaan bar kecil milik Jack. Bar yang dikelola Jack bersama Preacher, seorang kawan yang pernah 10 mengorbankan diri dalam perang Amerika Serikat di Bagdad dan Mosul. 

Di ruang yang kecil ini, warga Virgin River seringkali datang untuk makan, ngobrol, atau menghabiskan waktu sembari bermain kartu. Boleh dikata bar milik Jack adalah ruang publik yang sangat sentral.

Tempat kedua adalah klinik milik Dokter Vernon. Dokter Vernon adalah dokter dari angkatan lama (old school). Dia adalah pribadi yang tidak mudah percaya dengan otoritas keilmuan di luar dirinya. Karena itu, kedatangan Mel Monroe pertama kali dihadapinya dengan sinis. Namun si dokter sendiri, sebagaimana Mel, terikat pada jiwa yang melayani.

Di tangan keduanya, klinik itu berfungsi sebagai institusi penyelamat: merawat dan memulihkan orang-orang dari rasa sakit dan kehilangan harapan.

Dari dan hanya karena dialektika sosial dalam ruang sosial seperti itulah, konflik dan drama yang membentuk hubungan orang-orang mengarah pada pembentukan pribadi-prabadi yang mengarah pada kedewasaan diri. Kita seperti melihat contoh kecil dari kehadiran masyarakat yang sehat (The Sane Society, Erich Fromm). 

Di masyarakat yang sehat, kriminalitas atau kejahatan bukan tidak terjadi. 

Aksi sindikat penebangan hutan dan penyelundupan narkotika, misalnya, tetap menjadi bagian dari ancaman yang menyertai Virgin River. Termasuk keberadaan figure kaya, psikotik, dan menghalalkan segala cara dalam memburu kekayaan.

Virgin River tidak mengabaikan "kontradiksi sosial" seperti ini dalam mengelola ketegangan di antara kehendak baik dan kehendak buruk. Bedanya adalah ia memberi sedikit saja dosis bagi otoritas polisionil dalam memulihkan harmoni dan keteraturan.

Tindakan menjaga harmoni (karena itu melindungi individu dari kekacauan diri) di Virgin River muncul dalam keseharian yang menuntut kepedulian dan tanggung jawab. Semisal sikap Jack yang tetap melindungi Charmine, sang mantan yang tengah mengandung bayi kembar buah asmaranya dengan Jack yang tidak ingin menikahinya.

Atau muncul dalam sebuah kelompok para perempuan sepuh---Hope, Connie, Muriel, Lidya, Lili, dan Jo Ellen---yang sering berkumpul untuk menyulam, bermain kartu, hingga bergosip. Kelompok ini adalah wujud pengaman sosial yang menjaga anggotanya dari krisis paruh baya.

Kesimpulan yang bisa dirumuskan adalah serial drama romantik yang sudah berusia 3 tahun ini ingin menunjukan hidup bisa baik-baik saja di luar otoritas hukum seperti negara atau institusi moral utama seperti agama.

Virgin River, bagi saya, adalah sketsa sosiologi yang melukiskan dinamika mencapai kebahagiaan dalam masyarakat sekuler khas Amerika. Di sepanjang narasinya, ia memberi atensi yang yang kuat pada individualitas sekaligus menghadirkan konstruksi komunitas dengan etika kepedulian dan tolong menolong sebagai keutamaan hidup.

Hal mana juga ditambahi dengan menghadirkan sebuah tempat (place) bernama pedesaan di mana ambisi akan karier dan konsumerisme urban adalah cara hidup yang (masih mungkin) diberi batasan; masih bisa diteritorialisasi.

Sampai di sini, saya teringat pada artikel berjudul Habits of the Heart yang ditulis Martin Lukito Sinaga di kolom Marginalia---yang menggantikan Catatan Pinggir di Tempo edisi 14-20 Agustus 2023.

Martin mengutip pengalaman masyarakat Amerika Serikat dalam merawat individualisme yang dikunci dengan leluasa oleh Republikanisme dan agama yang kuat. Individualisme seperti ini menggerakan orang Amerika mementingkan diri buat sukses. Mereka juga aktif mengikuti berbagai klub atau perkumpulan mandiri. Bagi (Alexis) Toqueville dan (Robert) Bellah, keutamaan ini merupakan karakter bangsa Amerika yang menyebabkan demokrasinya kuat.

Di Virgin River, kita melihat individualisme semacam itu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun