Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Biaya Kuliah (Selalu Akan) Mahal, tapi Menjadi Warga Negara Lebih Berat dari Itu

1 Agustus 2022   11:19 Diperbarui: 1 Agustus 2022   12:01 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Rektorat Universitas Sam Ratulangi | unsrat.ac.id

Kota Manado di permulaan tahun 2000 belum dikoloni instalasi konsumsi dimana-mana (baca: kompleks mall, gerai fast-food, dll) seperti sekarang ini. Pesisirnya masih dipenuhi tenda-tenda pedagang kaki lima. Sudah ada rumah kopi dan jalan roda.

Saya pergi ke universitas diantar kakak sepupu, yang sedang menyusun tugas akhir di fakultas Teknik. Sesudah beres perkara administrasi, kini bersiap menjalani Ospek selama seminggu lebih. 

Ospek yang setiap pagi diisi dengan nyanyian protes para demonstran. Maklum saja, Soeharto baru tumbang dan senior-senior saya masih enggan melihat euforianya meredup terlalu cepat.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) di universitas Sam Ratulangi ternyata bukan sembarang institusi dalam ukuran Sulawesi Utara. Kampus ini mengimani filosofi Sitou Timou Tumou Tou: Manusia Hidup untuk Memanusiakan Manusia.

Selain menjadi tempat yang menginkubasi perlawanan terhadap negara orde baru, banyak alumninya yang tergolong sukses di level politik pemerintahan. 

Dosen saya, meneer Wempie Frederik (2000-2005) misalnya, adalah pejabat walikota Manado. Kemudian rektor yang mantan dekan Fisipol, Adolf Jouke Sondakh, juga menjabat gubernur periode 2000-2006. Paling kini, ada sosok Benny Rhamdani yang ditugaskan presiden Jokowi sebagai Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

Tapi bukan ini perkara utama yang menjadi alasan mengapa universitas Sam Ratulangi bukanlah sembarang tempat belajar. 

Di kampus dengan warna kebanggaan oranye ini, saya bertemu dan dididik dosen sekaligus pendeta yang membebaskan pikiran dari ilusi bahwa jurusan SMA IPA adalah yang terbaik. Kesaksian tentang dosen saya yang hebat itu telah ditulis di Kepada Guruku yang Pendeta dan Sosiolog Itu. 

Tahun berjalan, saya mulai menemukan alasan-alasan untuk betah dan lebih bertanggungjawab dari pertanyaan mengapa orang pergi jauh dari rumah untuk sekolah di universitas.

Tapi fakultas saya bukan sekadar perlawanan, alumni yang sukses di politik (lokal) sampai hari ini, dan seorang dosen yang menguji pikiran setiap hari. Fakultas Isipol Sam Ratulangi saat itu hanya meminta bayaran SPP sebesar Rp. 120.000 ditambah dana lain-lain sebesar Rp. 11.000.

Sehingga mulai masuk tahun kedua, saya hanya membayar Rp. 131.000/semester! Besaran rupiah yang untuk hari ini tidak meyakinan dipakai mengajak gebetan nongkrong di Jalan Roda (Jarod). Saat itu, nilai segitu sudah bisa memastikan 6 bulan belajar mengajar mahasiswa fisipol berjalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun