Kita perlu melihat 100 gol Dybala selama Juventus. Capaian yang membuatnya berada dalam sejarah elite para penyerang Juventus.
***
Di partai perpisahan Allianz malam itu, Dybala harus tersedu-sedu. Ia bahkan sampai dipeluk Bonucci. Air matanya yang menandai luapan emosi yang dalam.Â
Tidak terlalu penting di musim terakhir yang suram ini, dia tampil kurang maksimal sebagaimana proyek Allegri yang ngos-ngosan. Cedera adalah salah satu biang keroknya. Namun yang tak bisa dibantah Dybala adalah salah satu penyerang tajam di zamannya.
Selain 5 cincin juara Serie A, di liga Champions, Dybala merupakan bagian dari tim yang dua kali mencapai final. Walau tidak juara, ia pernah tiba di level tertinggi perebutan para jawara Eropa; persaingan elite.
Dybala dan juga banyak Juventini masih tidak ingin berpisah. Apalagi sampai harus melihatnya datang ke Turin dengan kaos tim milik musuh bebuyutan, semisal Inter Milan atau AS Roma atau AC Milan.Â
Tapi di situlah, barangkali, air mata dan perpisahan dalam sepak bola harus dimengerti sebagai semacam episode dari usaha manusia untuk menjadi. Sebab itu Dybala harus mengacu riwayat yang tepat, yang menolak tunduk karena penjara usia.Â
Sosok itu bukan pada Alessandro Del Piero, yang memang tak tergantikan di Juventus selamanya. Apalagi serupa cerita Francesco Totti yang sepanjang karirnya hanya dan demi kejayaan AS Roma. Keduanya menjalani masa semenjana di klub yang satu saja.Â
Dybala harus berkaca kepada sosok Andrea Pirlo, mantan rekan sekaligus pelatihnya di Juventus.Â
Pirlo telah mencapai banyak hal bersama AC Milan setelah 1 dekade dengan mengoleksi 9 trofi. 401 pertandingan dilakukannya. Pirlo adalah sebagai salah satu gelandang jenius yang pernah dilahirkan Italia. Salah satu yang terhebat di zamannya.Â