Kita yang menyimak dengan seksama sadar benar jika 45 menit pertama adalah panggung bagi kegagapan Van Dijk, dkk. Mereka kehilangan kemampuan mendominasi. Alur serangan sering mudah patah di hadapan blokade marking yang konstan.Â
Tiago, sang playmaker, juga beberapa kali dirusak kreatifitasnya. Tridente Salah-Jota-Mane juga sering patah di hadapan koordinasi bek senior, Raul Albiol. Tak ada satu biji tembakan ke gawang yang dibikin Liverpool.
Dua gol itu menyamakan agregat dan "The Reds" babak pertama malah terlihat serupa Juventus yang malang namun tetap percaya pada tradisi.Â
Saya sendiri hampir membuat status, WADUH LIVERPOOL! Iya, dengan huruf kapital semua.Â
Tapi, kita semua yakin benar Kloppisme  tidak bakal semudah diremuk oleh strategi membalik arus ala Emery. Situasi seperti ini justru bagus. Toh, siapapun yang lolos, saya tak punya suasana hati yang diremukredam. Â
Di titik ini, pertanyaannya adalah seperti apa strategi Klopp membalik keadaan? Mungkinkan Liverpool yang pada akhirnya memastikan ketidakmungkinan itu sebagai nasib yang pasti untuk Villareal?
Suka atau tidak, Binder yang jadi komentator di SCTV benar.Terutama ketika menyebut masih ada Luis Diaz. Penyerang berkebangsaan Kolombia yang baru saja bergabung di Anfield dan langsung berfungsi sebagai pembeda di banyak laga.
Diaz memiliki skill individual yang bisa mengacak-acak pertahanan Villareal, terutama dalam duel one-on-one. Selain memiliki "estetika khas Amerika Latin", pria kelahiran 13 Januari 1997 ini juga lihai dalam mengkonversi peluang menjadi gol.Â
Walau kita tahu si pemecah tembok kebuntuan adalah sepakan Fabiano sesudah memaksimalkan asis Salah di menit 62, gol Luis Diaz lima menit kemudian memberi efek yang memaksa Villareal seperti Sisifus. Gol yang boleh dikata menciptakan kondisi demoralisasi perlahan-lahan.Â
Villareal yang (awalnya) mengepung, agresif dan cepat di babak pertama tak lagi mampu kembali ke level selayaknya. Kapasitasnya seketika meredup. Energi tempurnya menguap perlahan, entah mengikuti keringat atau galau nafas.Â
Pamungkasnya adalah satu skenario serangan balik yang dimulai dari kejelian Naby Keita. Keita jeli melihat posisi dari Sadio Mane yang tinggal berhadapan dengan satu orang bek.Â