Pertama, hasil menyesakkan ini bukan saja menafikan arti penting kemenangan dramatis atas Man City di Etihad.Â
Kemenangan yang seharusnya menjadi titik balik untuk bangkit itu ternyata tidak lebih dari iklan sirup Marjan di hadapan mereka yang tidak pernah nonton televisi dan belanja ke supermarket. Singkat kata: Gak ada efeknya!Â
Walhasil, optimisme yang sempat melambung kembali terjun bebas.
Kedua, pertunjukan kekalahan dan keterpurukan ini lantas memperlihatkan yang dulu samar-samar dan sifatnya spekulatif kini sedikit terang.
Masalah dari klub yang pernah mencatatkan dirinya sebagai klub Inggris pertama yang juara piala Winners di tahun 1963 ini lebih dari sekadar gonta-ganti pelatih. Dalam bahasa Conte, pelatih datang dan pergi, pemainnya masih yang itu-itu juga(!).Â
Tapi hasilnya tidak berubah! Conte jelas bukan yang suka meminta kontrak panjang. So, pisah? Jangan? Jangan? Pisah?
Ketiga, sebagaimana dikatakan Conte dan dimuat BBC Sport.
"Saya ingin menolong klub. Saya bekerja sangat keras. 20 jam setiap hari saya berikan untuk Tottenham dan empat jam sisanya untuk tidur. Tapi ini tidak cukup."
Bayangkan saja. Hanya tidur empat jam demi panggilan menyelamatkan klub. Namun kerja keras itu tidak berdampak banyak kepada kapasitas dan kualitas Kane, dkk untuk pulih. Conte memang baru datang di bulan November. Conte juga bukan pesulap.
Masalahnya mungkin bukan di interval waktu. Poinnya adalah dalam nasib yang seperti ini, Conte tidak lebih baik dari Nuno termasuk Mourinho. Totalitasnya bukan garansi. Kapasitasnya menemui jalan buntu, begitu?
Keempat, sebagai golongan juru taktik elite di Eropa dengan kualifikasi juara liga, krisis di Spurs bikin pelatih berumur 52 tahun frustasi. Hal yang paling dibenci laki-laki Italia di muka bumi sepertinya kekalahan.Â