Saya terus sibuk mencuci tangan. "Sa mo antar ini dulu." Anak muda ini pamitan walau tak harus.
Saya menengok sebentar. Selembar boarding pass. Waduh, kebayang paniknya yang namanya tertera di sana. Pas di depan mulut belalai gajah baru tahu kertas selembar yang mengijinkan dirinya menumpang terbang tak ada di tangan.
"Betul. Jang sampe yang punya de panik." Cuma ini balasan saya. Anak muda ini terus berlalu.
Tibat-tiba saya merasa senang. Mungkin juga haru. Kebaikan seperti anak muda petugas kebersihan bandara memang ini bukan sesuatu yang luar biasa.Â
Bukan jenis kebaikan yang langka. Mungkin juga sudah bagian dari prosedur.Â
Namun saya tetap saja merasa di ruang bandara yang semua orang sibuk dengan dirinya sendiri. Tidak memiliki cukup ruang berbicara dengan sesamanya, entah karena kelelahan dan pikirannya terlanjur tiba duluan di tujuan.Â
Apalagi di hadapan protokol pandemi, lebih kuat alasan bersembunyi di balik masker dan gawai.
Inisiatif untuk membawa boarding pass yang tertinggal ke ruang informasi bandara adalah tindakan yang bermakna. Sekali lagi, seperti para komika: RISPEK!!
Saya kembali ke tempat duduk. Pikiran saya tidak lagi menunggu pesawat datang dari Jayapura. Saya ingin mengabadikan dua anak muda ini.Â
Cerita kebaikan kecil mereka bakal tayang di Kompasiana. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H