Walau pemukiman ini hanya dihuni oleh segelintir umat manusia, jangan menilai biografi para penghuninya hanya orang-orang yang tumbuh besar di kampung kecil. Salah satu sosok yang mula-mula membuat saya terkejut adalah seorang paruh baya, mungkin menuju umur 70an. Kami mengenalnya dengan panggilan opa Boy.Â
Sejak muda, opa Boy sudah merantau ke negeri Paman Sam. Istri dan semua anak-anaknya kini menetap di sana. Orangnya energik, ramah dan suka sekali berbagi; khas karakter manusia Minahasa. Jika pergi ke kebun dan memanen jagung, misalnya, pasti akan dibagikan dengan tetangganya.Â
Pada awal penetapan status pandemi Covid-19, opa Boy sempat tertahan di sini. Hampir setahun lamanya. Sekarang beliau sudah balik lagi. Â
Selain itu, jika ada perayaan seperti ulang tahun anggota keluarga, mereka akan mengundang kami. Sebaliknya, jika sedang ada syukuran pertambahan usia atau merayakan Lebaran, kami akan berbagi sedikit makanan dengan mereka. Intinya, saling berbagi kegembiraan dan persaudaraan.
Ada juga, satu sosok yang selalu saya ingat. Namanya om Roni. Om Roni adalah keponakan opa Boy. Dulu pernah ditugasi menjaga rumah selama ditinggal ke Amerika Serikat. Kini om Roni sudah pindah ke salah satu kompleks yang terletak lebih di atas dari tempat kami.Â
Om Roni pernah bantu-bantu sebuah Non-Goverment Organization dan ditugaskan ke Sorong, Papua. Seketika saja kami menjadi akrab sebab saya merasa menemukan saudara sekampung di perantauan. Om Rani selalu bersedia kami mintai tolong, kecuali sedang berhalangan hari Sabat atau kesibukan yang lain.Â
Om Roni juga menanam banyak pisang jenis Goroho. Mengutip artikel di Kompas, dikatakan jika pisang goroho merupakan hasil persilangan antara pisang jenis Musa balbisiana dan Musa acuminata. Hasilnya, daging pisang terasa lezat dan khas. Selain itu, kandungan dalam pisang goroho dipercaya dapat mengurangi kolesterol, serta mengobati penyakit darah tinggi dan diabetes.Â
Pernah sekali waktu ada pisang yang sudah siap dipanen. Karena om Roni tak ada, saya juga tak melakukan apa-apa. Sampai akhirnya buahnya tak lagi terlihat. Entah diambil siapa.Â
"Om, kemarin ada pisang yang so boleh mo ambe," kata saya waktu kami bertemu di depan sebuah toko.
"Kalo ada yang so boleh panen, ambe jo." Katanya.
Wah. Kalau tahu begitu...hehehe. Begitulah om Roni, apa yang pernah ditanamnya tak untuk dinikmatinya sendiri.Â