Tidakkah  "Empat-Non"  yang ditenggarai Ritzer di atas adalah telah tampak dalam interaksi sosial media? Khususnya dalam interaksi antara pengguna dan pemilik layanan jasa tertentu.Â
Misalkan, ketika kita mengeluhkan layanan jasa tertentu di sosial media, kita tidak sedang berada di kantornya, tidak berbicara langsung dengan petugasnya, dan kita sejatinya tidak sedang dilayani (selain kata-kata kalau ada keluhan, silahkan disampaikan lewat DM)?Â
Kasus di atas memang bukan contoh yang tepat. Setidaknya, satu aspek penting yang hilang di sana adalah ketiadaan manusia nyata dan langsung selain pengantaraan teknologi. Tentu saja klaim efisiensi bisa dikenakan (karena teritori yang luas dan sebaran pengguna dimana-mana). Tetapi, bagaimana dengan efektifitasnya?
Lantas, pertanyaan lanjutannya bagaimana "derajat kehampaannya" yang diproduksi layanan tiga dimensi dalam dunia virtual yang lebih kompleks dengan impersonalitas yang makin ekstrim?
Tidak ada jawaban yang menyeluruh. Apalagi tunggal. Satu-satunya yang telah terbukti sepanjang sejarah adalah bahwa Sapiens akan selalu lahir, berkembang, tumbang, musnah dan begitu seterusnya, selamanya.Â
Bahkan ketika manusia tinggal sebuah akun yang hilir mudik di dalam transaksi dunia virtual. Memenuhi impiannya akan produktivitas setiap saat sekaligus melayani hasratnya akan kesenangan yang tanpa batas.
Mungkin institusi pengangkut dan pewarisan nilai seperti agama-agama akan lebih mengeras di hadapan kehampaan. Mungkin akan berkembang bentuk-bentuk baru dari spiritualitas yang melampaui sekat-sekat formil beragama. Filsafat akan lebih stres, psikologi mungkin lebih suram dan sosiologi sibuk menemukan kembali kecemasan Durkheim, Weber dan Marx. Â
Sementara itu, dimana negara?
Negara sudah memperingatkan kamu dan saya. Bahwa kesepian tengah menunggu kita di masa depan.Â
Harga yang harus kita ambil dengan sengaja ketika semua terintegrasi ke dalam jagad virtual; teknologi yang mengompres ruang, waktu dan "mengondisikan anarki". Ia memiliki watak ganda yang menuntut kehati-hatian tingkat tinggi.
Sesekali ia memfasilitasi menguatnya solidaritas sosial dan keguyuban warga. Di lain waktu, ia menjadi teknologi yang mengantrai masifikasi kabar bohong dan kebencian. Ia hidup dari pergulatan "politik kebersamaan" dan "politik pecah-belah" sehari-hari.Â