Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Mengenang Skandal Alfred Dreyfus dalam "J'Accuse"

30 Januari 2021   13:43 Diperbarui: 1 Februari 2021   15:32 2228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film J'Accuse atau An Officer and a Spy (2019) | Sumber via imdb.com

Ini kali tentang film terbaru Roman Polanski. 

Sebagaimana film Polanski yang getir dan serius, seperti The Pianist (2002), ini bukan jenis film gampangan. Atau semacam adaptasi dari peristiwa sejarah yang gagal melahirkan kesan yang kuat. Baik sebagai ide, konteks, lakon dan kekuatan karakter serta pesan yang diusungnya. 

Film berjudul J'Accuse. Film ini diadaptasi dari novel sejarah berjudul An Officer and a Spy karangan Robert Harris. Novelis Inggris yang sudah menulis biografi Cicero dalam trilogi yang apik: Imperium, Conspirata, dan Dictator. J'Accuse pertama rilis 30 Agustus 2019 di Venice. 

Di tengah protes keras atas kasus pelecehan seksual Polanski, film ini meraih Grand Jury Prize dalam Festivel Film Venice. Selain itu menerima 12 nominasi pada perhelatan Cesar Award ke-45, 28 Februari 2020. 

Film berdurasi 132 menit ini juga mendapat nominasi dalam 4 kategori pada European Film Awards ke-32 yang dilaksanakan di Berlin, Jerman. Keempat kategori itu adalah Film Terbaik, Aktor Terbaik, Sutradara terbaik dan Penulis Skenario Terbaik. Bukan film jenis kaleng-kaleng, bukan?

Sebelum membicarakan filmnya, kita mungkin perlu sedikit menyegarkan ingatan akan skandal Alfred Dreyfus yang masih menjadi contoh dari pertarungan antara prinsip "Kebebasan Individu Vs. Pengaturan Negara" (otoritarianisme/militerisme). 

Sekilas Latar Sejarah
Alfred Dreyfus adalah anak pengusaha tekstil yang kaya dan berdarah Yahudi. Dia lahir 9 Oktober 1859 dan wafat 12 Juli 1935 di Paris, Perancis. 

Dreyfus bekerja sebagai tentara Perancis yang dituduh menjadi mata-mata Jerman. Tuduhan yang berawal dari penemuan potongan surat di kedutaan besar Jerman di Perancis.

Potongan tersebut berupa tulisan tangan yang menyerupai milik Dreyfus. Kejadian ini terjadi di tahun 1894. Sebuah tuduhan yang bercampur baru dengan sentimen antisemitisme serta gairah yang membabi buta dari (military) nasionalisme.

Hari ketika dia dihukum dan dikirimkan ke pulau Iblis di Guyana Perancis, kerumunan warga yang menyaksikan hukuman itu meneriakkan, "Matilah Yudas! Matilah Orang Yahudi!" Tuduhan ini baru terbongkar pelan-pelan dua tahun kemudian. Adalah kesangsian Marie-Georges Picquart (1854-1914), mantan atasan sekaligus kepala unit Inteleijen militer yang baru. 

Picquart, saat itu berumur sekitar 40 tahun, menemukan bukti-bukti jika tulisan tangan itu milik mayor Ferdinand Walsin Esterhazy.

Skandal Dreyfus ini sekurang-kurangnya telah dibuat kedalam film sejak tahun 1899. Pada tahun 2019, film yang berlatar sejarah dari skandal ini dibikin lagi. Judulnya adalah J'accuse, nama yang diambil dari judul surat sastrawan Emile Zola. Surat terbuka yang ditujukan kepada presiden Perancis Felix Faure. 

Surat yang menggugat keputusan pemenjaraan Alfred Deryfus seumur hidup dan menuduh pemerintah berwatak antisemitisme serta lemah dalam bukti. Surat yang merupakan dukungannya terhadap Alfred Dreyfus. Surat ini terbit di 13 Januari 1898 di koran L'Aurore.

Surat protes Emile Zola ini memicu perhatian yang luas dari khalayak. Bahkan, publik Perancis saat itu terbelah dua. 

Mereka yang masuk golongan Antidreyfusard, yang umumnya disatukan oleh gairah atas nasionalisme menyala-nyala. Bagi mereka kasus Alfred Dreyfus adalah serangan musuh bangsa yang mendiskreditkan militer dan menyerang keamanan nasional (national security). Kelompok ini menolak kasusnya dibuka lagi.

Kedua, kaum Dreyfusard, mereka yang menuntut pembebasan. Kelompok ini melihat skandal sebagai ancaman terhadap prinsip kebebasan individu di bawah isu keamanan nasional. Selain itu, soal daulat dari otoritas sipil berhadapan dengan otoritas militer yang bertindak independen dari negara. 

Selain sastrawan Emile Zola, salah satu intelektual yang mengeritik skandal ini adalah Julien Benda (1867-1956). Benda bahkan menyebut kaum terdidik yang terjebak dalam perayaan nasionalisme sempit (: Antidreyfusard) sebagai salah satu bentuk pengkhianatan kaum intelektual. Kritiknya tertulis dalam La Trahison des Clercs (1927). 


J'Accusse: Mata Spionase dan Kebebasan Individu
Film ini dibuka dengan adegan pembacaan vonis terhadap Alfred Dreyfus di sebuah lapangan. Simbol-simbol militer yang ada pada tubuhnya dicopoti sebelum dikirim ke tanah pengasingan. Ada pasukan berkuda, petinggi militer dan sekumpulan massa yang merasa sedang menangkap pengkhianat Perancis.

Sesudah itu, kamera akan bergerak membawa penonton pada suasana 1800-an dimana kerja spionase masih dengan cara yang manual. Dari ruang kerja Georges Picquart (diperankan dengan kharismatik oleh Jean Dujardin) yang remang-remang dan lembab, penonton boleh meresapi suasana yang dingin dan tersembunyi. 

Selain itu, unit-unit kerja di bawah komando Picquart juga menampilkan kekuasaan dari tangan tersembunyi negara yang siang malam melindungi apa yang disebut dengan abstrak sebagai status keamanan nasional. 

Picquart yang teliti dan berani membuka kembali kesalahan tuduhan pengkhinatan Dreyfus sesungguhnya bukan manusia yang lurus. Dia berselingkuh dengan mantan pacar yang sudah menjadi istri dari salah satu pegawai di kementrian Luar Negeri. Dengan kata lain, tak ada urusannya kehidupan seksual seseorang dengan kapasitasnya membongkar skandal. 

Lantas, bagaimana dengan tampilan Alfred Dreyfus yang diperankan Louis Garrel? 

Sang kapten tak banyak muncul di sini. Ia hanya ditampilkan sebagai korban dari keputusan militer yang bercampurbaur dengan sentimen antisemitisme kala itu. Wajahnya yang tirus ditemani kaca mata minus menampilkan kesan seorang yang serius dan pekerja keras, kalau bukan terlalu lurus.

Selain menampilkan siapa Picquart yang teliti dan kharismatik atau Dreyfus yang serius dan cenderung kaku itu, pelukisan lain yang menghadirkan suasana zaman itu adalah pengadilan militer yang lebih mirip ruang debat. Ada adu argumentasi yang hilir mudik di sana, laksana pasar namun tanpa kekacauan fisik. 

Suasana dalam ruang sidang menggambarkan bagaimana kebenaran diperiksa melalui proses hukum dan berhadapan dengan otoritas yang memaksa pemeriksaan kembali kasus Dreyfus tak boleh terjadi. Otoritas seperti ini berlindung di balik status keamanan negara, terlebih di masa perang. 

Padahal sesungguhnya sedang melindungi segelintir orang yang ingin menegakkan otoritas militer lebih tinggi dari kedaulatan sipil. Saat yang sama, sedang menyembunyikan sentimen antisemitisme. 

Ada satu adegan dimana Picquart diperiksa tiga petinggi militer. Ia dipaksa mengakui sangkaan telah bekerja pada serikat Yahudi demi mengambinghitamkan Esterhazy. Picquart menolak takluk. Memilih aksi indisipliner.

Adegan yang menggambarkan penjual koran L'Aurore yang memuat surat terbuka Emile Zola | Venice Film Festival via hollywoodreporter.com
Adegan yang menggambarkan penjual koran L'Aurore yang memuat surat terbuka Emile Zola | Venice Film Festival via hollywoodreporter.com

J'Accuse serasa mengingatkan dalam perselingkuhan yang berjudul demi keamanan negara, publik mudah digeret agar percaya bahwa ada bahaya besar sedang mengancam kita dalam dalam. Setali tiga uang, publik alias massa juga gemar dengan kecenderungan untuk segera bersatupadu menghadapi bahkan membenarkan segala cara ketika mengamini musuh dalam definisi negara, militer atau demi keamanan nasional. 

Kita terus teringat refleksi Elias Canetti, seorang peraih nobel Sastra kelahiran Bulgaria. Jika saya tak salah paham, Canetti mengingatkan jika massa terbentuk dari perjumpaan dengan sesuatu yang tidak dikenalinya. Dengan kata lain, massa adalah kerumunan yang bersatu untuk mengurangi ketakutan. Skandal Alfred Dreyfus kiranya lahir dalam suasana yang seperti ini.

Berikutnya, kita dibawa kepada pembentukan aliansi kecil yang mendukung kerja Picquart. Sebagai kepala unit intelijen, ia tengah dilucuti pengaruhnya. 

Sikap keras kepalanya menentang peringatan tidak melanjutkan investigasi menuai arus balik hukuman dari petinggi. Boleh di kata, di Picquart tengah berhadapan dengan jalan buntu buatan para petinggi. 

Bagaimana memindahkan ketegangan dan melampaui jalan buntu?

Tidak ada lain. Dibutuhkan persekutuan yang berani menciptakan narasi tandingan dari luar tembok angkuh spionase militeris. Persekutuan yang kemudian melibatkan advokat, anggota parlemen dan sosok Emile Zola. Nama ini lalu menulis surat terbuka, yang kemudian menggeser peta konflik ke ranah publik. Mengantarai terbentuknya "Dreyfusard Vs. Antidreyfusard". Jurnalisme menjadi bagian yang terlibat, walau dalam posisi terbelah. 

Dengan pergeseran peta konflik menjadi bagian dari keprihatinan publik, aparatur militer dan unit spionase tidak lagi memiliki kekebalan bertindak menurut selera segelintir elite. Picquart tidak lagi bertarung sendirian. Walau harus melalui pertarungan yang memakan waktu sekitar 10 tahun.

Walau film berdurasi 2 jam 12 menit ini lebih tampak sebagai kisah Georges Picquart dibanding perjuangan Alfred Dreyfus, pesan utama J'Accuse adalah cerita keberhasilan perjuangan membela prinsip kekebasan individu. Keberhasilan yang ditopang oleh adanya pejabat militer yang bersih, intelektualisme yang berjarak dari gairah dan kerumunan nasionalisme sempit, serta jurnalisme yang kritis dan berani. Dan jangan lupakan dukungan publik sebagai peluru tambahan.

Pesan yang masih relevan dengan zaman dimana krisis globalisme dalam banyak sendi telah melahirkan hasrat yang ganjil akan pemurnian ras, mengerasnya nasionalisme sempit dan kehendak penyucian politik dengan formalisasi ajaran iman. Terasa akrab dengan pertarungan politik di sebuah negeri?

Oh iya, di situs IMDb, film ini mendapat rating 7,2. Lumayan dong. Kecuali kamu pemuja garis keras Wonder Woman 1984, heuheuhe. *** 

*) Sumber yang diacu Britannica.com, Wikipedia, Hollywood Reporter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun