Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film "Force of Nature", Penebusan Dosa Laki-laki di Tengah Badai dan Serangan Gangster

27 Januari 2021   09:25 Diperbarui: 27 Januari 2021   12:30 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengutip Republika, film Force of Nature yang tayang secara on demand bulan Juni tahun 2020 telah dikritik netizen sekurangnya dalam dua pokok. 

Pertama, film yang berusaha menjual kharisma Mel Gibson ini dinilai masih sama menjual ideologi usang. Filmnya dibikin di Puerto Rico, tapi orang Puerto Rico-nya sekadar kriminal tengil dan mampus dengan mudahnya. Film seperti ini seperti merawat "imajinasi pusat-pinggiran", melengkapi relasi jagoan-penjahat dalam selera White Washing.

Kedua, latar cerita yang melukiskan suasana banjir di sebuah rumah susun juga dinilai tidak sensitif. Di bulan September, 2017, Badai Maria pernah mengakibatkan angin ribut dan banjir. Badai Maria disebut badai Kategori 4. Apa itu? 

Ini adalah badai dengan kecepatan 209 - 251 km/jam. Rumah dengan konstruksi baik bisa mengalami kerusakan parah pada atap dan bangunan. Pohon dan tiang listrik berpotensi tumbang. Pohon mungkin bisa mengisolasi daerah tertentu. Listrik bisa padam dalam hitungan minggu hingga bulan. Banyak daerah tak bisa dihuni dalam beberapa minggu atau bulan.

VoA Indonesia  mengabarkan bahwa badai itu adalah badai terkuat yang menimpa Puerto Rico, wilayah Amerika, dalam waktu hampir 90 tahun. Tingkat kerusakan sepenuhnya belum diketahui karena masyarakat masih terisolasi dan tidak dapat berkomunikasi, tetapi ada laporan bahwa kota-kota dilanda banjir besar dan longsoran lumpur.  Bencana ini adalah bencana yang mengerikan dan traumatis.

Sementara Force of Nature menjadikannya sebuah setting situasi dimana baku tembak anggota gangster dengan dua orang polisi serta penghuni apartemen terjadi. Hari ketika banyak orang cemas dengan keselamatan dirinya hanyalah hari baku tembak karena berebut lukisan berharga mahal bagi Force of Nature. Bukan saja mengada-ada namun juga tidak sensitif.

Asal-Usul dan Nama-nama
Terlepas dari dua sasaran kritik--ide tentang jagoan dan pilihan setting situasi-- Force of Nature  yang berbiaya 23 juta dolar AS ini ingin menunjukan solidaritas dan kolaborasi para penghuni dengan polisi yang bahu membahu melawan sepasukan gangster. Solidaritas yang dipimpin oleh opsir polisi, Cardillo (diperankan Emile Hirsch) dan rekan barunya, Jess Pena (Stephanie Cayo).

Sedang para penghuni itu diwakili oleh Ray Barret, seorang pensiunan polisi yang keras kepala. Lalu ada Troy Barret, seorang dokter (Kate Bosworth) yang juga anak perempuan Ray, kemudian Paul Bergkamp (Jorge Luis Ramos) seorang tua pemilik lukisan dan seorang lelaki, Griffin (Will Catlett) yang memelihara anjing buas. 

Gangster yang datang dengan senjata lengkap dipimpin oleh Jhon The Baptist (David Zayas), seseorang yang sejak awal dikesankan sangat keji dan tak suka negosiasi. Di sebuah bank, John menembak kepala seorang perempuan tua dan pengawalnya karena terlihat panik. Eksekusi yang dingin di suasana terbuka.

Dengan begitu, kita terus diberi kesan jika situasi pertarungannya timpang. Ini soal orang-orang biasa yang berusaha menyelamatkan diri dari badai Kategori 5 (sebagai latar dramatik dari marahnya kekuatan alam) dan harus terjebak pertempuran hidup mati dengan pemburu lukisan mahal yang keji. 

Walapun begitu, bagi mereka yang pernah menyaksikan film-film Mel Gibson, seketika bisa terbayang film seperti ini cuma akan mendaurulang heroisme seorang ayah. Atau mungkin seorang tua yang sepanjang hidupnya tidak berguna, bikin masalah melulu dan menyia-nyiakan kasih sayang orang-orang terdekat. 

Dengan kata lain, Force of Nature yang ceritanya ditulis Cory Miller hanyalah film dengan gagasan yang mengawetkan cerita klise usaha penebusan dosa seorang lelaki/ayah atas kesalahan-kesalahannya. Ide yang sungguh cocok dilakoni oleh mereka yang mulai sepuh, seperti Mel Gibson. 

Drama Lelaki dan Penebusan Dosa 
Saya juga menyangka Mel Gibson, sekali lagi, akan dihidupkan sebagai ayah yang menebus dosanya. Seorang pecundang paruh baya yang menjumpai kematian dengan kemuliaan. Ternyata bukan seperti itu. Bukan serupa kisah John McClane yang melawan teroris digital sembari menyelamatkan anak perempuannya yang cantik di Die Hard 4.0.   

Drama penebusan dosa itu tidak lagi milik Ray Barret; milik mereka yang sepuh dan mulai sakit-sakitan. Sebagai pensiunan polisi yang terdidik dalam pertempuran keras dengan para kriminal, Ray memang lebih memilih pertempuran terbuka. Ketika Cardillo dan Troy sedang berusaha menyelamatkan Paul, ia bersama Jess Pena memulai perburuan balik terhadap anggota John the Baptist. 

Kebetulannya, di apartemen yang cuma punya satu pintu masuk dan keluar itu, ada saja seorang militer yang meninggalkan peralatan perang di dalam kamarnya. Ray dan Jess jadi punya amunisi untuk melawan. Orang baik memang selalu mendapat pertolongan yang tak diduga-duga, ya.

Ray Barret alias Mel Gibson tidak bertahan lama. Sikap keras kepala dan cenderung nekadnya hanya muncul laksana iklan obat kuat. Sekejap saja, demi menegaskan pilihan untuk bertarung habis-habisan karena yang dihadapi adalah hidup atau mati. 

Drama penebusan dosa itu milik Cardillo, polisi muda yang terjebak di apartemen naas itu karena disuruh menyelamatkan para penghuni karena serangan badai. badai Kategori 5 yang mendekati Puerto Rico (!!). Cardillo memiliki masa lalu yang traumatis. Ia pernah salah menembak kekasihnya sendiri yang disangka penjahat. Kejadian mengerikan ini disebabkan telepon iseng warga yang kesal dengan layanan polisi. Kekasihnya juga polisi, dong. 

Opsir muda jagon kita ini kemudian hidup dalam perjuangan melawan ingatan traumatik, rasa bersalah, hingga kesepiaan sepanjang tahun. Dia harus tetap hidup untuk menanggung kesalahan. 

Pergulatan batin yang kebanyakan hidup dalam jiwa pahlawan dengan prinsip: SEKALI BERARTI, SESUDAH ITU MATI! walaupun mereka tak mesti membaca puisi Chairil Anwar. Sayangnya, pergulatan suasana batin ini hanya tampil samar-samar dan datar saja. 

Usaha penebusan dosa yang sudah hambar seperti ini tentu tidak berdiri sendiri--yaiyalah, kalau sendiri maka akan membantah klaim perjuangan berbasis solidaritas nan kolaboratif dong. 

Cardillo bersama Troy, yang sambil tersedu-sedu melihat ayah tertembak dan meninggal dalam keadaan duduk di tangga, mulai berbagi tugas dan merancang aksi pembebasan diri. Saat yang sama, Jess sedang disandera John. Cardillo akan berusaha menyelamatkan patnernya, Troy membawa kabur Griffin yang butuh pertolongan medis sesudah digigit piarannya sendiri. 

Adegan menuju akhir hanya menjelaskan cara mencapai akhir yang bahagia. Sedikit ketegangan hanya tercipta ketika si kepala gangster mulai mengendalikan situasi. Seolah saja kemenangan tampak di depan mata, kejahatan akan menang--dan kita tahu pilihan seperti ini tidak mungkin, tidak boleh ditempuh. 

Sadarilah bahwa kriminal atau gangster keji atau wakil dari kejahatan tidak boleh memenangkan apa-apa di muka bumi yang rapuh dan butuh kisah-kisah perjuangan bersama dari mereka yang berjuang melanjutkan hidup dengan kebaikan-kebaikan kecil. 

John the Baptist yang tamak dan menjadi gegabah akhirnya dimangsa anjing buas piaran Griffin. Cardillo semakin perkasa, Troy kembali menjadi dokter. Puerto Rico kembali cerah. Badai pasti berlalu. Semua menjumpai akhir yang berbahagia. Force of Nature mendapat rating empat koma lima saja. 

Ya, betul. Sesudah kejadian-kejadian berat yang berbahaya di rumah susun, serangan badai dan kehilangan ayah, apa yang sebaiknya terjadi di antara Cordillo dan Troy Barret? 

Jatuh cintalah! Emang ada opsi yang lain?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun