Dus, sudah tidak perlu dibikin berlarut-larut (perasaan sudah sepi ya, saya doang yang masih kegatelan, qiqiqi). Kita juga akan lebih santuy jika tidak berlebih-lebihan menanggapi kesimpulan Pandji itu.Â
Sekarang ini, saya justru dilanda kebingungan nan faktual. Di tengah situasi rival sekota yang gagal melebarkan jarak, Inter yang memiliki momentum positif malah kayak kerupuk dipapar angin malam. Sesudah gagah perkasa melumat Juventus yang mati gaya dan tertidur, ketika melawan Udinese, Hakimi, dkk hanya bisa bermain imbang. Bermain dengan level possession sampai 61%, Inter cuma bisa bikin 10 tembakan ke gawang. Tak ada gol!
Lukaku dan Martinez mati gaya. Rating keduanya 6. Walhasil, dengan hasil aneh ini, posisi Inter di klasmen pada giornata ke-19 tetap berselisih 2 poin dengan rival lahir batinnya itu. Momentum untuk meneruskan hasil positif malah lewat begitu saja. Â Â
Saya sebenarnya bersyukur dengan kalahnya Zlatan, dkk. Apalagi oleh Atalanta dengan skor telak yang lagi-lagi menegaskan bahwasanya yang sesungguhnya ber-DNA Biru-Hitam itu mereka, bukan yang satu lagi. Lebih dari ini, akibat kalahnya Rossoneri, tidak ada klub yang rekor kalahnya baru sebidji doang. Juventus ada temannya, gitu. Tidak ada yang layak bikin rekor aneh-aneh musim ini, hihihi.
Seperti situasi umum sepak bola di musim pagebluk, tidak ada yang benar-benar dominan. Di Spanyol, dua raksasa yang sepanjang sejarah bertengkar ditemani para liliput juga naik turun. Atau di Inggris yang tukar-menukar posisi puncak rasanya lebih keras musim ini. Termasuk Serie A, dimana si Nyonya Tua kini lebih banyak berjibaku dengan inkonsistensi.Â
Seolah saja, semua dituntut banyak-banyak memahami lagi diri sendiri. Lebih banyak bergumul dengan pencapaian diri ketimbang mengapa di sebelah tidak bisa maksimal.
Perkara memahami diri sendiri, nih. Saya kira, di masa yang resah, sulit dan melelahkan seperti ini, pernyataan (politik) kita yang bersemangat bisa seketika menjadi serangan balik yang lebih bersemangat dari segala penjuru jempol. Bahkan jenis serangan balik yang tidak karuan.Â
Semangat yang berlebih bisa jadi memasung kita dalam kegagalan mencurigai kelindan kebencian, fanatisme dan provokasi. Belum lagi tepukan pemandu soraknya.Â
Barang siapa mengenali kehati-hatiannya, maka.....(diisi sendiri-sendiri saja, ya). Udah ah, lama-lama kayak motivator aja ini barang!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H