Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kita Mungkin Berlebihan soal Pandji, tapi... Inter Milan kok Begitu, ya?

24 Januari 2021   09:24 Diperbarui: 24 Januari 2021   11:40 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: platofootnote.files.wordpress.com

Barangkali jika Pandji melihat dari gambar besar sebelum mengajukan perbandingan, bahkan dengan mengutip sosiolog Thamrin Tomagola sekalipun, kebersemangatannya itu bisa lebih terkontrol. Inilah problem pertama sekaligus pesan bagi saya sendiri. Adalah lebih baik berlaku waspada dengan kritisisme-mu yang kau sangka sudah kritis itu. 

Selain itu, problem kedua, apa yang disebutnya sebagai bentuk pertolongan FPI terhadap orang kecil lewat sepucuk surat. Saya kutip panjang saja di sini. 

"Ini waktu 2012 nih kejadiannya, kalau ada seorang anak mau masuk sekolah terus enggak bisa masuk, biasanya orang tuanya ke FPI minta surat, dibikinin surat sama FPI, dibawa sama orang tuanya ke sekolah, anaknya bisa masuk. Terlepas dari surat itu menakutkan bagi sekolahnya, tapi menolong warga gitu." Pernyataan ini dimuat oleh CNN Indonesia.  

Kalimat yang saya tebalkan itu justru sulit dimaknai pertolongan. Saya tidak mengabaikan ada fakta sekolah yang memiliki masalah dengan penerimaan siswa baru karena praktik titipan atau jatah-jatahan. Sama tidak mengabaikan fakta ada banyak kasus dimana orang miskin sering susah mengakses sekolah layak. 

Masalahnya adalah, bagaimana mungkin tindakan menolong dilakukan dengan menebar ketakutan andaipun itu cuma selembar surat berlogo atau bertandatangan? Bisakah dengan alasan menolong, segala cara kita benarkan? Bagaimana jika surat seperti itu juga mengorbankan sesama jelata yang tidak punya surat atau backup sejenis? 

Tidak usahlah kita mengajukan pertanyaan yang filosofis: bagaimana bisa ketakutan menjadi masuk akal bagi pertolongan. 

Yang jadi pertanyaannya, memangnya pertolongan seperti begini berguna dalam membereskan kekosongan yang konon tidak dihadiri NU dan Muhammadiyah? Membereskan problem yang sejatinya sistemik, bukan sekadar di permukaan yang tampak timpang dan mengiris hati nurani? 

Bukankah, bahkan termasuk terhadap kepedulian nan mulia pada sesama, kita mesti berhati-hati dengan kemungkinan menghalalkan segala cara bekerja di dalam pikiran sendiri?

Tapi sudahlah, bagi saya, suara yang disampaikan Pandji tidak lebih dari kritik kepada golongannya sendiri. Sebagai representasi kelas menengah dirinya yang mengambang di antara jelata dan elite. Sebagai pembela kebebasan berserikat dan berpendapat, namun sering menutup pagar atau pura-pura senyap kalau ada pengamen, membubarkan ormas bukan cara yang jitu. 

Selama sebab-sebab sosio-filosofis dari keberadaan ormas tersebut tidak dibereskan. Termasuk jejaring kuasa yang merawatnya. Pendek kata, Raison d'tre-nya gak dikenali. Saya kira, semua pembela demokrasi dan HAM tidak membantahnya. 

Apa yang dikatakan komedian papan atas ini lebih baik dimaknai sebagai anjuran bagi kaumnya sendiri. Pedulilah pada sesamamu sebelum ketidakpeduliaanmu akan menjadi masalah dari sesamamu, wahai kelas menengah! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun