We have a lot of quality, it is important to play the ball quickly to have territorial dominance, today we did it well and the boys also had fun-Â Andrea Pirlo
Sesudah jeda panggilan internasional, dunia sepak bola kembali ke hidupnya yang normal. Demikian juga putaran Serie A adanya.
Seperti yang sudah-sudah, ini tentang kembalinya Juventus ke layar tayang handphone dengan fasilitas aplikasi Vidio pada subuh hari; yang karena keasyikan, paket data jebol tiada kuambil pusing--Cinta karena cinta, tak perlu kautanyakan!
Juventus di markasnya yang agung menjamu Cagliari. Taktik Pirlo bersua taktik Di Francesco. Dua jenis pikiran yang tidak terlalu suka dengan filsafat bertahan kecuali ketemu Barcelona, hehehe. Juventus sukses dengan 2:0 dari kaki Ro,Ro,Ronaaaldooo. Kemenangan yang disempurnakan dengan cleansheet.
Babang Buffon yang baru saja merayakan 25 tahun menjaga gawang (1995-2020) tidak harus bekerja keras subuh tadi. Dan, yang paling penting, duet Demiral-De Ligt akhirnya tampil bersama di musim ini dengan meyakinkan. Hampir tanpa kesalahan.
Mari kita lihat kembali tiga aspek penting dari kemenangan yang menegaskan jika formula Pirlo sedang membentuk diri makanya kepada jiwa yang gemar dengan hasil instan dan mudah menyerah sebaiknya ditunda pergerakannya.
Pertama, Mister Pirlo lebih memilih tridente jangkung Ronaldo-Morata-Kulusevski. Dybala masih harus bersabar menjadi opsi kedua. Khusus Ronaldo-Morata, keduanya tampak makin saling mengisi. Beberapa kali bergerak membuka ruang dan melakukan aksi "X+L1" (umpan satu dua). Gol pertama Ronaldo juga lahir dari pemberian Morata di dalam kotak penalti.
Kulusevski memang terlihat kekurangan sentuhan namun bisa bermain sebagai sayap penopang. Memiliki satu kesempatan bikin gol, sayang melebar tipis di samping gawang.Â
Pergerakannya yang biasanya dinamis meliuk-liuk tidak berfungsi sebagaimana terlihat dalam debutnya. Ia masih akan berkembang dan bukan tidak mungkin memaksa Dybala melakoni sinetron #POGBACKII.
Yang jelas, pilihan Pirlo akan penyerang Nyonya Tua membuktikan jika Rona-Ta adalah opsi yang produktif.
Kedua, di area midfielder. Pilihan menduetkan Arthur-Rabiot sejak awal terlihat membuat lini tengah Juventus bermain lebih ke dalam. Maksud saya, bermain lebih menjaga keseimbangan.Â
Arthur dan Rabiot juga memainkan operan-operan yang merawat kebosanan belaka: ke belakang lagi, ke belakang lagi. Lamban pula.
Pendek kata, agresivitas di tengah dikurangi. Porsinya diserahkan pada pergerakan dari sayap. Kepada Yang Mulia Lord Bernardeschi dan Lord Cuadrado, yang diamanahkan sebagai kapten. Ketahuilah jika mereka berdua mendapat rating 8 oleh Whoscored.
Bernardeschi yang baru saja bikin gol bersama tim nasional tampil lumayan mobile walau kebiasaan mengembalikan lagi bolanya ke belakang masih dilakukan. Mobilitas itu termasuk membantu Danilo menutup sisi kiri dari serangan. Dia juga memberi assist untuk Morata yang sepakannya melambung.
Sedang pria Kolombia tak tergantikan siapapun yang melatih Juventus sejak era Conte itu memang tidak terlalu menonjol di sisi kanan permainan subuh tadi. Sekurang-kurangnya, ia membuat sisi kanan lebih aman dari gempuran. Joao Pedro mati gaya dan Demiral lebih bisa berhati-hati melepas tekel tiada perlu.
Terakhir, dan yang dinanti-nantikan oleh saya sendiri, tak lain dan tak salah lagi, adalah kembalinya bakat keren de Ligt. Kembali menjadi starter bersamaan dengan cederanya calon pensiunan: Bonucci dan Chiellini.
Comeback-nya de Ligt kali ini tanpa blunder, peristiwa yang akrab dengan dirinya di awal-awal berseragam "Kekasihnya Italia" (yang kini tidak lagi dominan mengirim pasukan memperkuat Gli Azzurri).Â
Kembalinya anak muda Belanda bersama Demiral yang gak suka basa-basi menebas lawan membuat ancaman ke gawang Buffon hanya tiba di salah sasaran.
Duet pemain belakang yang lahir sesudah Buffon melakukan debut ini berhasil menciptakan atmosfir yang tenang di belakang. Tentu saja, ini juga karena kontribusi Danilo yang sesekali naik jauh ke pertahanan Cagliari dan selalu ingat kembali.
Tiga aspek ini: produktivitas duet Rona-Ta, keseimbangan taktis Arthur-Rabiot dan benteng tenang Demiral-de Ligt subuh tapi menampilkan Juventus yang tidak lagi kelabakan di lini tengah.Â
Situasi yang kerap kali tercipta manakala menghadapi serangan balik cepat atau serangan dari segala penjuru. Misalnya ketika menghadapi cara menyerang AS Roma dan Lazio, dua tim yang memaksakan hasil imbang.
Dengan kata lain, hasil subuh tadi menegaskan komentar Pirlo paska-pertandingan, bahwa pasukannya memainkan bola dengan cepat demi penguasaan teritorial secara baik.Â
Di saat bersamaan, memainkan McKennie yang agresif lagi dinamis pada sisa paruh kedua seperti memberi darah segar. McKennie terbukti sukses meng-cover area tengah sepeninggal Rabiot dan Cagliari kelihatan mulai lesu darah.Â
Sayang sekali, agresivisme ala anak muda Paman Sam kurang bertaji karena Dybala masih saja mencari kemana sentuhan-sentuhan khasnya bersembunyi.
Poinnya adalah, Pirlo dan Tudor masih akan melakukan eksperimen untuk menemukan formula yang lebih efektif bekerja dalam menjaga keseimbangan dinamis antara bertahan dan menyerang.
Keseimbangan dinamis ini, sepertinya mulai menemukan bentuknya. Fleksibilitas pakem 3-4-1-2 adalah modalitas dasarnya.
Untuk tiga bek di belakang, saya kira, dengan kehadiran de Ligt dan Demiral yang lebih segar adalah modal kunci ketika mesti bertarung melawan tim yang bermain cepat dan menyerang. Kesegaran darah muda yang akhirnya meredup pada diri Bonucci dan Chiellini.
Sejarah akan selalu menunggu ditulis oleh darah muda, Jendraal!
Tantangannya proyek ini, jelas saja, adalah melawan tim yang jauh lebih berpengalaman bertemu Juventus dan bergantian memberi rasa sakit.Â
Sesudah Roma dan Lazio, menanti Juventus ala Pirlo diuji sang mantan, Conte dan Inter, Gattuso dan Napolinya, Atalanta-nya Gasperini atau Milan yang sedang disebut-sebut paling berpeluang juara musim ini adalah salah satu peristiwa penting di musim pagebluk.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, saya percaya Pirlo dengan semua bakat yang dimilikinya selama bermain. Perlahan-lahan, ia akan membuktikan kata-katanya. "Tim ini sedang membangun dirinya dan kami akan kembali ke jalur kemenangan."
Sekurang-kurangnya, kamu gak liat lagi drama diving dan pertolongan penalti. Berikut kebosanan-kebosanan gaya Sarriball yang sejatinya ironis itu. Datang dengan filosofi "mengendalikan bola, mengendalikan penyerangan", Juventus justru terlihat mengendalikan bola untuk dirinya sendiri.
Anda main indah dan gak ada menang-menangnya memang tak meyakinkan. Tapi gak berarti bermain membosankan dan menang karena pertolongan VAR+penalti layak dibanggakan, Om Solksjaer. Kira-kira begitu.
Ini musim tidak normal dan percaya saja, Pirlo datang untuk mengatasinya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H