Teknologi pengawasan tubuh yang saya gunakan hanyalah usaha kecil belaka. Ingin lebih menyadari kalau saya sedang mengawasi diri sendiri.
Hampir seminggu, saya hidup dengan teknologi pengawasan yang saya pilih sendiri.
Mungkin terdengar absurd: di mana-mana orang memperjuangkan kebebasan, kamu malah memilih teknologi pengawasan-tapi begitulah gaya hidup dan tubuh diposisikan di era Kecerdasan Artifisial.
Perkaranya, saya sedang belajar menggunakan Smartwatch yang memantau aktifitas fisik, merekam dan memberi rekomendasi. Permulaan perilaku yang tidak pernah saya lakukan hampir tiga dasawarsa mengalami pasang surut manusia pinggiran.
Jadi, ini bisa disebut sebagai fase adaptasi sekaligus pelengkap bagi kebutuhan untuk berlari yang sudah dijalani 2 tahun terakhir. Kebetulan bandrol jamnya juga relatif murah, mengapa tidak dicoba?
Walhasil, setiap pagi, saya terbangun dengan kebiasaan memeriksa statistik yang direkamnya. Ternyata, pagi suatu pagi, saya telah kekurangan tidur. Dari 5 jam tidur, tidur lelap hanya bisa dua jam, sisanya tidur ringan. Sisanya lagi menatap kipas angin Maspion dan bicara, siapa yang lebih dulu diciptakan, kamu atau sumuk?
Rata-rata tidur saya diberi nilai di bawah 80, tapi masih lebih baik dari beberapa pengguna. Seperti diberi semangat sesudah diberi peringatan. Ayo, jangan menyerah!
Pun dengan jumlah langkah yang saya hasilkan per hari itu. Belum memenuhi target dari rataan langkah yang sudah saya ciptakan sebelumnya. Misalnya 7000-an langkah lengkap dengan seberapa banyak yang dihasilkan karena berlari, jalan cepat dan jalan ringan. Termasuk masing-masing kilometernya.
Ada juga rekaman detak jantung, tapi saya belum teliti memeriksanya. Faktor utamanya karena tidak mengerti, sih. Yang jelas, saya kini hidup dengan teknologi pengawasan tubuh yang dengan sukarela penuh suka cita dipilih sendiri.
Walau begitu, saya ingin bilang begini. Sejak terbit angka-angka ini, tubuh saya ternyata tidak sepenuhnya milik saya. Kini, dia lebih memiliki saluran untuk menyuarakan hak-haknya.