Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Enter The Fat Dragon", Komedi Hambar Polisi Tambun

16 Februari 2020   09:49 Diperbarui: 16 Februari 2020   09:47 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film--dailymotion.com

Sesudah sukses besar Ip Man, Donnie Yen sebaiknya bermain drama romantis saja. Tanpa ada iming-iming jadi jagoan.

"We wanted to do this movie because Ip Man was a man who inspired the world and society as a whole. He was a man who believed in certain morals and principles, and we want to use this movie as a platform to convey those values to the audience. For me, that was the most important part of making this movie." 

Kata-kata di atas adalah milik Wilson Yip, sutradara yang bekerja memproduksi tetralogi Ip Man. 

Kita terus tahu, sebagaimana tampak pula dalam filmnya, Ip Man memang bukan jenis film yang sekadar menunjukan seni bertarung Mandarin dalam Wing Chun. Ip Man adalah film serius, biografi ahli beladiri yang tidak bisa dilepaskan dari konteks perjumpaan Barat dan Timur, antikolonialisme dan humanisme nan kosmopolit.  

Saya telah menunjukan "keseriusan nan kompleks" dalam catatan Ip Man 4; The Finale, Apa yang Sejatinya Berakhir?

Dalam kesuksesan itu, keberadaan Donnie Yen adalah salah satu kuncinya. Para penikmat film action Mandarin rasanya akan bersepakat jika tetralogi Ip Man adalah satu yang terbaik dari akting Donnie Yen. Mungkin karena itu juga berbahaya karena bisa pembatas atau malah jebakan bagi pencapaian karir. Apalagi bagi seorang Donnie Yen, bermain film adalah refleksi dari kehadiran diri.

Sederhananya, Donnie Yen memang harus memainkan lakon baru yang membuatnya "terbebas" dari kesuksesan menjadi Ip Man. Bukan saja sebagai karakter namun juga genre. Hal mana dimulai dengan memerankan Fallon Zhu di Enter the Fat Dragon. Sinopsisnya bisa dibaca di Kompas.com. 

Kompas. com menulis:

(Enter the Fat Dragon) disutradarai oleh pemeran pengganti veteran Kenji Tanigaki, film yang tayang jelang Tahun Baru Imlek ini menawarkan beberapa gabungan konsep film Sammo Hung dan juga Jackie Chan. 

Seperti diketahui, film-film Sammo Hung kerap memperlihatkan orang dengan berat badan berlebih yang juga seorang penggemar Bruce Lee. Sedangkan untuk Jackie Chan, cerita filmnya selalu dibungkus adegan laga dan komedi.

Hmmm.


Saya setuju dengan catatan di atas, dengan penegasan yang dimainkan Donnie Yen adalah versi yang buruk. Dalam maksud lain, belum menunjukan karakter segar yang berdiri sendiri di antara warisan Sammo Hung dan Jackie Chan. 

Keburukan Pertama. Fallon Zhu adalah penegak hukum berbadan tambun. Sebelum ditempat di divisi berkas-berkas dan barang bukti yang saban hari hanya duduk, Fallon adalah pemburu kriminal yang efektif. Tapi, seperti duet "Bad Boys", dia gemar bertindak kontra-prosedur dan sangat mencintai pekerjaannya. Karena itu memiliki kecenderungan menciptakan kerusakan. Makanya ia diparkir. 

Pembukaan film yang menunjukan adegan perampokan bank dimana Fallon Zhu terjebak di dalamnya langsung menunjukan seperti apa sosok jagoan ini. Kita seperti melihat Jackie Chan dalam tubuh Sammo Hung. Terlalu mudah ditebak.

Keburukan Kedua. Alasan-alasan tambahan dari terpuruknya jagoan kita yang berulang. Kita selalu menemukannya dimana-mana. 

Fallon Zhu memiliki seorang kekasih yang sudah dipacarinya 9 tahun. Mereka hidup serumah dan berencana menikah. Tapi kita tahu, dengan cinta luar biasa pada citra diri sebagai penegak hukum dan penyelamat masyarakat dari kejahatan, Fallon Zhu adalah bentuk Mandarin dari Mike Lowrey. 

Singkat kata, ia sering mengabaikan kekasihnya. Totalitas cintanya tidak seimbang. Menjadi tambun adalah konsekuensi paling sederhana yang terlalu lekas terjadi.

Lho, tapi ini kan film berambisi komedi? Ngapain juga terlalu rumit dengan krisis-krisis eksistensi? 

Keburukan Ketiga. Memang ada usaha menunjukan komedi yang dibentuk dari kenaifan dan kekonyolan polisi sekaligus perampoknya. Misalnya, pada saat para penjahat justru kabur menggunakan mobil polisi yang sedang mengintai mereka. 

Kejadian ini dilengkapi dengan siaran langsung kru televisi yang merekam kejadian baku pukul Fallon Zhu Vs. kawasan penjahat. Tapi, kekonyolan seperti ini tidak cukup membuat terbahak-bahak. Visuel efek yang menampilkan adegan itu jelek. Terlihat kasar, kalau bukan mengada-adanya berlebihan.  

Soal dramatisasi via efek visual ini juga tampak buruk di bagian terakhir. Yakni ketika Fallon Zhu berkelahi di atas Tokyo Tower. Adegan baku pukulnya tetap khas seorang Donnie Yen tapi saya kesulitan merasakan ketegangan di atas ketinggian. Bahkan ketika Chloe, sang kekasih juga ada di sana.  

Saya kira, mengatakan sinematografinya jelek adalah kesimpulan yang niscaya. Dan ini diperkuat alur/plot cerita yang lemah. 

Keburukan Keempat. Jika dengan melihat Sammo Hung maka kita akan kagum dengan ahli berkelahi bertubuh tambun, bahkan ketika ia bermain sebagai antagonis, maka pada Fallon Zhu alias Donnie Yen, kita malah menjumpai jagoan tambun yang dipaksa-paksa ada. 

Ini bukan semata-mata Donnie Yen ditampilkan secara kurang alamiah dalam tubuh tambun. Ketambunan yang gak nyambung. 

Namun juga, dalam tubuh seperti itu, ia masih saja ahli melompat kemana-mana, cekatan menghindari pukulan dan susah digebuk dalam keroyokan. Keberadaan Po dalam kungfu Panda bahkan masih lebih bisa diterima. Ia terlalu Jackie Chan ketimbang sosok aslinya. 

Demikian kesimpulan sok tahu saya--sejenis fans yang selalu menunggu level terbaik dari idolanya, heuheuhue. 

Lalu, tidak adakah satu saja kebaikan dari film yang merupakan parodi dari Bruce Lee ini?

Satu-satunya kebaikan itu adalah karena saya menyaksikan film ini seorang diri di dalam ruang dingin bioskop. Mbak yang menyerahkan tiket sampai harus bertanya, "Gak apa-apa ya Mas, nonton sendirian."

Laaah, Mbaknya sudah tahu begitu bukannya menemani. Duh.

Kesendirian ini membuat saya merasakan jika berhadapan dengan film komedi adalah sejenis petualangan yang rumit. Rumit dikarenakan saya harus benar-benar merasa lucu untuk tertawa. Tidak ada pemicu lain, misalnya dari ketawa penonton di dalam ruang yang sama. Ini mungkin bisa diartikan jika sebuah film komedi yang berhasil harus menyedot saya ke dalamnya. Tidak pakai tanggung-tanggung. 

Sedang saya merasa, film berkelahi bercampur komedi yang bikin spontan terbahak-bahak bukanlah jenis yang mudah dilakoni. Mungkin hanya Jackie Chan yang boleh. Sementara untuk Donnie Yen, mungkin sebaiknya bermain drama romantis saja. Tanpa ada pukul-pukulan atau tentang dunia dalam perebutan orang baik dengan orang jahat. 

Tanpa ada kehendak menjadi jagoan di dalamnya. 

***

Catatan kritik lainnya terhadap Enter the Fat Dragon boleh dibaca di Review Enter the Fat Dragon, Saat Donnie Yen Mengikuti Jackie Chan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun